Kalau beberapa kita lihat, ketika kita menyusun rencana pembangunan jangka panjang itu memang kita belajar dengan kasus Korea. 1960 Korea itu posisinya sama dengan Indonesia, tapi pertanyaannya kenapa mereka GNI per kapitanya sekarang sudah menjadi negara maju?
Nah salah satunya memang ini adalah peran UMKM dan di sini ada masuk r&d. Kalau bapak ibu lihat sekarang, apa contoh masalah handphone hanya ada dua sekarang padahal 10 tahun yang lalu mungkin kita tidak mengenal adanya Samsung dan sebagainya. Tapi kenapa mereka bisa maju seperti sekarang? Itu yang menjadi PR bersama di kami melihat adalah di sini adalah peran UMKM dan satu lagi rnd. Oleh karena itu rnd sudah masuk kita masukkan menjadi high prioritas dan game changer untuk pembangunan eh jangka.
Bapak Ibu sekalian kalau kita lihat kemudian masuk ke dalam bagaimana arah kebijakan dan strateginya untuk pembangunan ekonomi inklusif. Jadi pertama kami melihat bahwa penguatan UMKM menjadi amanat di dalam undang-undang 59 RPJP (rencana pembangunan jangka panjang 2025-2045). Di sini ada target yang cukup tinggi yaitu terkait dengan bagaimana jumlah usaha kecil dan menengah itu meningkat dari 1,32% menjadi 5% di tahun 2045.
Kemudian di sini juga ada target terkait dengan rasio kewirausahaan yang meningkat dari 3% menjadi 8% dan How to-nya adalah pertama tentu saja akan meningkatkan kepastian tenaga kerja dan menciptakan wirausaha yang berorientasi kepada pertumbuhan yang inklusif.
Baca Juga:Ekonomi Lampung Diprediksi Melaju 5,3 Persen di 2025, Kopi Robusta Jadi Andalan
Kemudian yang kedua adalah memperluas akses dan pengembangan inovasi pembiayaan usaha, kemudian percepatan digitalisasi, formalisasi bisnis seperti pemberian insentif dan perluasan akses pasar kemudian meningkatkan daya saing dan perlindungan UMKM dan berikutnya adalah memperluas jaringan pasar domestik dan global. Ini adalah beberapa strategi yang kita lakukan untuk pengembangan UMKM ke depan.
Upaya intervensi juga dilakukan melalui kebijakan fiskal untuk mendukung UMKM yaitu ya terkait dengan pajak penghasilan, subsidi bunga bantuan langsung tunai, realokasi PPN dan lain-lain. Selanjutnya terkait dengan pembiayaan Ultra mikro itu menjadi salah satu alat intervensi kebijakan fiskal di dalam mendukung UMKM. Jadi di sini memang pembiayaan Ultra mikro itu yang sudah kita kenalkan tahun 2017 itu menjadi salah satu katalis untuk pembiayaan mikro untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Tidak hanya itu,terkait dengan UMKM itu juga diiringi dengan perkuatan daya beli masyarakat melalui program perlindungan sosial. Jadi dalam hal ini, program-program masyarakat miskin dan rentan itu akan diarahkan untuk menuju masyarakat kelas menengah. Dan beberapa pantuan sosial yang kita lakukan itu termasuk di dalamnya adalah tidak hanya bantuan sosial, tapi bagaimana memberdayakan masyarakat tersebut.
Dengan demikian diharapkan akan menumbuhkan kelas menengah di dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Jadi di dalam hal ini strategi utamanya adalah perluasan akses, kemudian terkait dengan peningkatan iklim investasi dan berikutnya adalah bagaimana kita juga peningkatan kompetensi tenaga kerja dan peningkatan sistem logistik dan konektivitas. Ini menjadi penting di dalam penguatan peningkatan kelas menengah.
Sebagai penutup, pengembangan ekonomi inklusif yang mencakup berbagai aktor pembangunan itu membutuhkan kolaborasi dan penguatan sinergi berbagai pihak.
Baca Juga:Pelaku UMKM dalam BRI UMKM EXPO(RT) 2025: Kesempatan Tepat untuk Menarik Customer Baru
“Jadi pertama adalah bagaimana kita menyelaraskan sasaran kebijakan pertumbuhan inklusif. Tadi di awal, Bu Menteri Keuangan sudah menyampaikan bahwa banyak program-program yang tersebar di dalam kementerian-kementerian lembaga. Dan mungkin itulah yang harus kita coba untuk kita apa konsolidasikan. Sehingga targetnya jelas tidak satu ini punya program sendiri dan lain-lain.