SuaraLampung.id - Unit Tipidkor Satreskrim Polresta Bandar Lampung sedang menyelidiki kasus korupsi pemberian kredit modal kerja tangguh tahun 2020 di bank pemerintah di Kantor Cabang Telukbetung, Bandar Lampung.
Kasi Humas Polresta Bandar Lampung, AKP Agustina Nilawati mengatakan, kasus korupsi tersebut terindikasi merugikan keuangan negara sebesar Rp2 miliar.
"Modusnya pada tahun 2020 pemilik PT Salzana Mandiri Mas, dengan pemimpinnya inisial A, mendapatkan kredit modal kerja (KMK) tangguh di bank pemerintah dengan nilai Rp2 miliar dalam jangka waktu tiga tahun," kata AKP Agustina Nilawati saat ekspos di Mapolresta Bandar Lampung, Jumat (22/11/2024) dikutip dari Lampungpro.co--jaringan Suara.com.
Menurut AKP Agustina Nilawati, agunan pinjaman tersebut, berupa perjanjian jasa pengangkutan batubara antara PT Wahidin Mas dengan PT Salzana Mandiri Mas.
Baca Juga:Stok Aman! Bandar Lampung Pastikan Ketersediaan Bahan Pokok Jelang Nataru 2024/2025
"Kemudian ada juga agunan tambahan berupa sertifikat hak milik (SHM) tanah yang terletak di Desa Negeri Sakti, Gedong Tataan, Pesawaran," ujar AKP Agustina Nilawati.
Kemudian dari hasil penyelidikan dalam proses pengajuan kredit, didapat adanya kecurangan atau kongkalikong yang dilakukan pihak bank dan pemohon kredit, berupa pemalsuan data pengajuan kredit.
Ada pun data tersebut, diantaranya data pengalaman pekerjaan, data keuangan perusahaan, sampai dengan adanya permintaan sukses fee senilai Rp125 juta oleh pihak bank.
Fee proyek tersebut, dilakukan oleh salah satu karyawan dengan jabatan sebagai salah satu account officer berinisial Y guna memuluskan proses pengajuan kredit.
Sementara itu, Kanit Tipidkor Satreskrim Polresta Bandar Lampung, Iptu Rossi Platini mengungkapkan, uang hasil pengajuan kredit Rp2 miliar tersebut, habis digunakan pemohon untuk kepentingan pribadinya di luar dari tujuan permohonan kredit sebagai jasa pengangkutan batubara.
Baca Juga:Jaksa Agung Perintahkan Jaksa Lampung Dukung Asta Cita Prabowo Berantas Korupsi
"Dalam perkara ini, kami sudah memeriksa 16 saksi dari pihak bank terkait proses pengajuan kredit, pihak swasta, sampai ke perusahaan, yang mengeluarkan akun officer," ungkap Iptu Rossi Platini.
Selain itu, Polresta Bandar Lampung juga memeriksa dua saksi ahli dari ahli pembendaharaan negara atau keuangan negara dan ahli pidana.
Disinggung terkait indikasi penetapan tersangka, Kanit Tipidkor menyebut, penangkapan tersangka tinggal menunggu waktu, setelah ada penghitungan kerugian negara.
"Untuk kerugian negara, kami perkirakan jumlahnya Rp2 miliar dan calon tersangka sudah terindikasi, dimana penangkapan menunggu waktu selesai penyelidikan," sebut Iptu Rossi Platini.
Iptu Rossi menjelaskan, modus operandinya mengajukan modal kerja, tapi untuk pekerjaannya fiktif dan banyak pemalsuan dokumen.
Hingga kini, polisi sementara masih menyelidiki satu bank milik pemerintah, namun tidak menutup kemungkinan ada bank lainnya, karena tim masih mendalami rekam jejak terduga tersangka.
Dalam perkara tersebut, sementara ini polisi menyita barang bukti berupa uang tunai Rp125 juta yang diamankan dari pihak bank dan uang tunai Rp10 juta diamankan dari pihak pemohon hasil uang fee ijon suap yang diterima akun officer.
Kemudian polisi juga mengamankan sejumlah dokumen kredit, antara lain surat permohonan, laporan kunjungan, memorandum akad kredit persetujuan membuka kredit, putusan kredit, SPPK offering leter, rekening koran bank milik PT Salzana Mandiri Mas, dan buku kas PT Salzana Mandiri Mas
Dalam perkara tersebut, pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Hal tersebut, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan ancaman pidana paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Atau juga Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan ancaman paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.