SuaraLampung.id - Kasus stunting di Provinsi Lampung mengalami penurunan. Keberhasilan ini berkat kerja sama pemerintah dengan elemen masyarakat.
Staf Pemerintahan Hukum dan Politik Pemerintah Provinsi Lampung Zainal Abidin mengatakan, pada tahun 2019, angka stunting tercatat sebesar 26,26 persen.
"Namun pada tahun 2023 angka tersebut berhasil turun menjadi 14,9 persen," kata Zainal Abidin dalam keterangannya saat pertemuan jajaran Pemprov Lampung dengan Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah, Yayasan Abhipraya serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan, Rabu (22/5/2024).
Pertemuan tersebut juga kata Zainal Abidin, membahas upaya penanganan stunting tanpa konsumsi susu kental manis pada balita. Zainal dalam kesempatan itu juga menyetujui kental manis bukan susu.
Baca Juga:Waspada Kasus DBD di Bandar Lampung Meningkat Tiap Bulannya
"Kami juga prihatin dengan masih banyak yang konsumsi dan menganggap kental manis adalah susu,” ujarnya.
Persoalan susu kental manis telah menjadi sorotan publik sejak badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan Peraturan BPOM No. 18 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Melalui regulasi tersebut, BPOM melarang penggunaan kental manis sebagai pengganti susu dan sumber gizi serta larangan penggunaan visual anak di bawah 5 tahun untuk label maupun iklan promosinya.
Terbaru, BPOM juga mengesahkan Peraturan BPOM No. 26 Tahun 2021 yang mengatur tentang Perubahan Takaran Saji. Sebelumnya, pada label kemasan per takaran saji kental manis adalah sekitar 48 gram. Dalam peraturan terbaru, BPOM mengurangi menjadi 15 - 30 gram.
Ketua Harian YAICI Arif Hidayat menyebut perubahan takaran saji tersebut adalah hal seharusnya dilakukan sejak awal.
Baca Juga:Buntut Kecelakaan Kerja 3 Karyawan, PT San Xiong Steel Indonesia Ditutup Pemkab Lamsel
“Ini menunjukkan adanya konsern BPOM terhadap risiko asupan gula yang tinggi saat mengonsumsi kental manis. Tapi yang harus diperhatikan adalah ketentuan baru ini tetap harus disosialisasikan dengan maksimal. Bila tersosialisasi dengan baik, seluruh elemen masyarakat paham sehingga bisa bersama sama ikut mengawasi produsen,” kata Arif Hidayat.
Wakil Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Chairunnisa menjelaskan tantangan dalam persoalan kental manis adalah persepsi masyarakat yang menganggap kental manis adalah susu yang dapat dikonsumsi layaknya minuman susu untuk anak.
"Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh PP Aisyiyah, sebanyak 37 persen ibu beranggapan kental manis adalah susu dan minuman yang menyehatkan untuk anak. Masyarakat sudah mengetahui bahwa kental manis bukan merupakan susu, namun banyak yang mengabaikannya karena harga yang murah dibanding kategori susu lainnya," ujar Chairunnisa. (ANTARA)