SuaraLampung.id - Dua paman Prabowo Subianto gugur di medan perang. Mereka adalah Lettu Soebianto dan Taruna Soejono.Keduanya gugur dalam pertempuran melawan tentara Jepang.
Peristiwa ini dikenang dengan nama Peristiwa Lengkong. Kisah pertempuran Lengkong diceritakan dalam buku biografi Kemal Idris berjudul Bertarung dalam Revolusi. Alex Kawilarang juga menceritakan Peristiwa Lengkong dalam bukunya Untuk Sang Merah Putih.
Tahun 1945, Jepang menyerah kepada sekutu. Terjadi kesepakatan antara RI dan sekutu. Yaitu tentara Jepang yang berada di daerah kekuasaan RI akan dilucuti dan dipulangkan. Maka diambillah langkah persuasif oleh Resimen Tangerang.
Resimen Tangerang meminta pasukan Jepang di Lengkong menyerahkan senjata-senjatanya. Letkol Singgih, Mayor Daan Mogot dan Endjon menemui Kapten Abe.
Baca Juga:Dulu Kritis, Kini Ade Armando Ngaku Luluh Setelah Dipeluk Prabowo Subianto di Kantor PSI
Kapten Abe tidak kooperatif. Ia enggan menyerahkan senjata pasukannya di Lengkong. Kepala Staf Resimen Tangerang Mayor Daan Yahya menghubungi perwira penghubung Mabes TNI di Jakarta Mayor Oetaryo.
Daan Yahya meminta pengambilalihan senjata ini diselesaikan di tingkat markas besar TNI. Oetaryo lalu menghubungi Letkol Miyamoto, Wakil Kepala Staf tentara Jepang.
Miyamoto bertanggungjawab atas operasi pemulangan pasukan Jepang dari daerah Indonesia. Namun Miyamoto tidak berada di Jakarta. Ia sedang berada di Bandung.
Ini mengakibatkan tidak ada kepastian mengenai pelucutan senjata di Lengkong, Banten. Pada 24 Januari 1946, kabar beredar bahwa Belanda sudah menduduki Parung. Belanda dikabarkan akan merebut depot senjata di Lengkong.
Mendapat kabar ini, Resimen Tangerang panik. Mereka khawatir Belanda akan mengambil alih Resimen Tangerang dan Akademi Militer Tangerang.
Baca Juga:Yakin Demokrat Gabung Dukung Prabowo karena Kedekatan SBY, Fahri Hamzah: Feeling Saya Begitu
Maka disusunlah strategi untuk merebut senjata dari Jepang. Taktik yang dipakai adalah mengelabui tentara Jepang. Caranya dengan melibatkan serdadu Inggris berkebangsaan India yang mendukung Indonesia.
Tentara India itu seolah-olah sebagai tentara sekutu. Ditunjuk sebagai komandan operasi Mayor Daan Mogot. Daan Mogot didampingi Mayor Wibowo, Lettu Soebianto dan Lettu Soetopo.
Pelaksanaanya didukung para taruna Akademi Militer Tangerang. Berangkatlah Daan Mogot bersama 70 taruna AMT dan delapan serdadu India ke Lengkong.
Mayor Daan Mogot menemui Kapten Abe. Daan Mogot mengaku ini adalah operasi bersama pasukan sekutu untuk mengambil senjata. Jepang awalnya percaya. Negosiasi berjalan lancar.
Kapten Abe meminta waktu menghubungi atasannya di Jakarta. Saat perundingan berlangsung, Lettu Soebianto dan Lettu Soetopo mengerahkan para taruna masuk ke barak tentara Jepang.
Pecahnya Pertempuran
Para taruna itu melucuti senjata Jepang. Sekitar 40 tentara Jepang disuruh berkumpul di lapangan. Saat keadaan sudah dikuasai, tiba-tiba saja terdengar suara tembakan.
Tidak diketahui darimana asal suara tembakan itu. Mendengar suara tembakan, tentara Jepang berhamburan. Mereka mengambil senjata yang sudah dikumpulkan para taruna.
Terjadi tembak menembak antara tentara Jepang dengan taruna AMT. Tentara Jepang menggunakan senapan mesin menembaki para taruna. Mereka juga melempari granat dan terjadi juga duel menggunakan sangkur.
Kalah pengalaman tempur dan persenjataan, membuat para taruna AMT jadi sasaran empuk serdadu Jepang. Mereka kocar kacir melarikan diri ke kebun karet.
Sebanyak 33 taruna AMT gugur. Salah satunya adalah Taruna Soejono, paman Prabowo Subianto. Tiga perwira ikut gugur. Mereka adalah Mayor Daan Mogot, Lettu Soebianto Djojohadikusumo dan Lettu Soetopo.
Beberapa taruna yang lolos dari maut menjadi tawanan Jepang. Mereka diperintah menggali kubur untuk jenazah teman-temannya sendiri. Peristiwa sampai ke telinga para petinggi TNI di Jakarta.
Diadakanlah perundingan antara TNI dengan Jepang di Jakarta. Pihak Indonesia meminta jenazah yang gugur di Lengkong dikembalikan ke Indonesia.
Akhirnya tercapailah kesepakatan antara Indonesia dan Jepang. Pihak Indonesia diperbolehkan mengambil jenazah para pahlawan yang gugur di Lengkong. Diambillah jenazah para taruna dan perwira yang gugur. Mereka lalu dikuburkan di Tangerang.