Para taruna itu melucuti senjata Jepang. Sekitar 40 tentara Jepang disuruh berkumpul di lapangan. Saat keadaan sudah dikuasai, tiba-tiba saja terdengar suara tembakan.
Tidak diketahui darimana asal suara tembakan itu. Mendengar suara tembakan, tentara Jepang berhamburan. Mereka mengambil senjata yang sudah dikumpulkan para taruna.
Terjadi tembak menembak antara tentara Jepang dengan taruna AMT. Tentara Jepang menggunakan senapan mesin menembaki para taruna. Mereka juga melempari granat dan terjadi juga duel menggunakan sangkur.
Kalah pengalaman tempur dan persenjataan, membuat para taruna AMT jadi sasaran empuk serdadu Jepang. Mereka kocar kacir melarikan diri ke kebun karet.
Baca Juga:Dulu Kritis, Kini Ade Armando Ngaku Luluh Setelah Dipeluk Prabowo Subianto di Kantor PSI
Sebanyak 33 taruna AMT gugur. Salah satunya adalah Taruna Soejono, paman Prabowo Subianto. Tiga perwira ikut gugur. Mereka adalah Mayor Daan Mogot, Lettu Soebianto Djojohadikusumo dan Lettu Soetopo.
Beberapa taruna yang lolos dari maut menjadi tawanan Jepang. Mereka diperintah menggali kubur untuk jenazah teman-temannya sendiri. Peristiwa sampai ke telinga para petinggi TNI di Jakarta.
Diadakanlah perundingan antara TNI dengan Jepang di Jakarta. Pihak Indonesia meminta jenazah yang gugur di Lengkong dikembalikan ke Indonesia.
Akhirnya tercapailah kesepakatan antara Indonesia dan Jepang. Pihak Indonesia diperbolehkan mengambil jenazah para pahlawan yang gugur di Lengkong. Diambillah jenazah para taruna dan perwira yang gugur. Mereka lalu dikuburkan di Tangerang.
Baca Juga:Yakin Demokrat Gabung Dukung Prabowo karena Kedekatan SBY, Fahri Hamzah: Feeling Saya Begitu