SuaraLampung.id - Sarwo Edhie Wibowo dan Ahmad Yani dikenal sebagai dua perwira antikomunis di era Pemerintahan Presiden Sukarno. Keduanya sama-sama berasal dari Purworejo, Jawa Tengah.
Semasa remaja, Sarwo Edhie dan Ahmad Yani sama-sama pernah menjadi anggota Seinendan (Barisan Pemuda) bentukan Jepang.
Seinendan adalah barisan rakyat atau tentara cadangan yang dibentuk tentara Dai Nippon. Tujuan dibentuk Seinendan agar ketika terjadi perang total, anggota Seinendan bisa mempertahankan daerahnya.
Dari Seinendan, Sarwo Edhie dan Ahmad Yani lalu menjadi anggota Heiho. Heiho merupakan prajurit pembantu tentara Jepang yang berasal dari para pemuda pribumi.
Baca Juga:Serba-Serbi Hotel Sultan: Pemilik, Fasilitas hingga Tarif Per Malam Penginapan Mewah Dekat GBK
Sarwo Edhie menempuh pendidikan Heiho di Surabaya. Sementara Ahmad Yani menjalani pendidikan Heiho di Magelang. Setelah menjadi anggota Heiho, Sarwo Edhie terpilih menjadi siswa Renseitei Magelang.
Renseitei adalah pusat pendidikan kader militer. Ada sekitar 450 siswa di Renseitei Magelang. Di sinilah Sarwo Edhie dan Ahmad Yani bertemu.
Pada Oktober 1943, Jepang membentuk pasukan sukarela PETA. Ratusan pemuda dari Jawa diterima menjadi calon perwira PETA. Mereka dikirim ke Renseitei Bogor untuk mengikuti pelatihan.
Termasuk di dalamnya adalah Sarwo Edhie dan Ahmad Yani. Selama pendidikan di Renseitei Bogor, Sarwo Edhir dan Ahmad Yani berada dalam satu kamar.
Tempat tidur mereka juga bersebelahan. Sejak itu mereka akrab dan bersahabat. Selama bersama di Renseitei Bogor, Sarwo Edhie menganggap Ahmad Yani adalah pemuda pemberani.
Di kala lapar, Ahmad Yani lah satu-satunya siswa yang berani keluar dari kesatrian dengan cara melompat pagar. Ahmad Yani lalu mencari makanan untuk mengganjal perutnya.
Dalam latihan pertempuran, Sarwo Edhie dan Ahmad Yani berada dalam satu regu. Pernah suatu waktu saat latihan, Sarwo dan Yani beristirahat. Tiba-tiba saja Yani meminta Sarwo menunggu dirinya yang pergi sebentar.
“Kamu mau ke mana?” tanya Sarwo dikutip dari buku "Biografi Sarwo Edhie Wibowo Kebenaran di Atas Jalan Tuhan".
“Aku mau ngopi dulu. Tenang saja. Aku nanti bawakan kamu oleh-oleh,” kata Yani sambil berlalu. Sarwo pun terpaksa menunggu di pos dengan hati dag dig dug.
Ia takut jika regu penyerang datang sementara Yani belum datang apa yang akan terjadi? Tak lama, Yani muncul membawa kopi dan makanan.
Begitu kopi habis, pasukan penyerang datang. Hal seperti ini terjadi berulang kali. Yani selalu sampai tepat waktu sebelum serangan tiba saat latihan.
Sampai akhirnya mereka bisa melewati pendidikan sebagai perwira PETA. Saat pelantikan, Ahmad Yani satu-satunya perwira PETA yang menerima pedang samurai lebih panjang dari yang lain.
Ini karena Ahmad Yani ialah lulusan terbaik Shodancho PETA. Shodancho adalah jabatan setingkat komandan pleton. Sementara Yani dianggap sudah mampu menjadi Daidancho (komandan batalion).