SuaraLampung.id - Azan ashar menggema dari pengeras suara (toa) yang terpasang di setiap sudut Masjid Al Majid, di Desa Muara Aman, Kecamatan Bukit Kemuning, Lampung Utara, Kamis (14/10/2021).
Beberapa mobil yang melintas di jalan lintas Sumatera tersebut memasuki halaman Masjid Al Majid yang berdiri dua lantai. Tampak anak anak bermain di halaman masjidsembari menunggu waktu ngaji.
Masjid Al Majid berkapasitas seribu orang. Penampakannya terawat rap. Setiap ruang terlihat bersih termasuk kamar mandi.
Beberapa orang duduk berjajar berhadapan di teras lantai atas Masjid Al Majid. Mengenakan pakaian muslim khas timur tengah, mereka serius berdiskusi.
Baca Juga:Nikahi Mantan Istri Pelaku, ASN Lampung Utara Dihabisi di Depan Istri dan Anak
"Alhamdulillah masjidnya sangat bermanfaat bagi orang banyak, dan terawat. Berdirinya masjid ini tidak lain perjuangan bapak itu yang mengenakan jubah merah, namanya Pak Ismeth," terang salah seorang di sudut teras sambil menunjuk ke arah sepasang suami istri yang duduk berjajar di antara sejumlah rekan-rekannya.
"Iya betul nama saya Ismeth, lengkapnya Ismeth Faisol dan ini sitri saya Nur Hasbiah," ungkap pria berbadan tegap itu, membuka percakapan.
Pria berperawakan bersih dengan tatapan mata yang tajam itu, mengatakan bukan dirinya yang membangun Masjid Al Majid dengan konstruksi megah. "Yang membangun ini yayasan Dompet Dhuafa, bukan kami, tapi lahannya ini pemberian dari saya secara sukarela," terang pria 66 tahun tersebut.
Masjid Al Majid berdiri di atas tanah seluas 17 hektare. Letaknya sangat strategis di pinggiran jalan lintas Sumatera di Bukit Kemuning, Lampung Utara.
Karena lokasi yang strategis, tanah Ismeth menjadi incaran para pengembang. Pensiunan PNS ini mengaku pernah didatangi pengusaha properti beberapa kali menawar tanahnya itu.
Baca Juga:Ada Barang Bukti Aliran Dana Masjid Sriwijaya di Rumahnya, Ini Kata Syarifuddin
"Sebelum tahun 2014 beberapa kali pengusaha mendatangi kami, menawar tanah kami dengan harga fantastis di atas 3 miliar waktu itu tapi tidak saya lepas, karena saya dan istri saya ada rencana yang lebih berharga, lebih besar nilainya dari Rp 3 miliar itu," tegas Ismeth.
Ismeth menggambarkan jika tanah seluas 17 hektare lebih itu dijual, uangnya untuk beli mobil mewah atau benda berharga lainnya. Namun kata Ismeth mobil mewah dan benda berharga tidak akan menjamin dirinya ketika di alam barzah kelak.
Karena itu Ismeth dan istrinya Nur Hasbiah berencana mewakafkan tanah itu untuk masjid agar amalannya tetap mengalir ketika ia sudah tiada nantinya.
"Motivasi saya dan istri saya mewakafkan lahan seluas 17 hektare lebih ini untuk dibangun masjid dan rumah sakit, agar ketika kami dipanggil Sang Khalik, bisa menjadi amal baik kami dan menjadi teman abadi kami ketika sudah dipanggil Sang Khalik," tegas Ismeth Faisol.
Bertemu Yayasan Dompet Dhuafa
Punya rencana mewakafkan tinggal merealisasikannya. Selama dua tahun, pria empat anak itu mencari lembaga atau yayasan yang dianggap tepat untuk menerima wakaf darinya.
Di tahun 2016 Ismeth menemukan yayasan yang tepat melalui saudaranya yang berdomisili di Jakarta, yayasan tersebut yaitu Dompet Dhuafa.
"Tepat 2016, dimediasi oleh keluarga kami di Jakarta, terjadi pertemuan dengan petinggi Dompet Dhuafa, dan terjadi sebuah ikrar progres pemanfaatan lahan yang kami wakafkan, "ucap Ismeth Faisol.
Setelah terjadi kesepakatan dan sepemahaman antara yayasan tersebut dan keluarga Ismeth, lahan seluas 17.490 meter diwakafkan. Rencananya lahan 17 ribu meter diwakafkan sementara 490 meter disisakan untuk tempat tinggal penunggu masjid.
"Alhamdulillah 2018 yayasan Dompet Dhuafa berhasil membangun masjid yang megah ini, dan bermanfaat bagi banyak orang. Tinggal progres kedepan pembangunan rumah sakit swasta yang rencana masih satu lahan dengan Masjid Al Majid ini," tutup Ismeth.
Muammar (35) takmir Masjid Al Majid mengatakan, masjid tersebut tidak pernah lengang dari kunjungan umat Muslim. Bahkan setiap hari dijadikan tempat menimba ilmu (ngaji).
Setiap hasi Selasa dijadikan tempat ibu-ibu dengan jumlah 30 jamaah untuk melakukan pengajian, setiap habis magrib bapak bapak mengaji, setelah Isa diisi oleh anak anak muda untuk mengaji, dan sesudah ashar anak-anak dibawah usia 12 tahun juga mengaji di Masjid A-Majid tersebut.
"Itu orang orang yang rutin, sementara hampir setiap waktu jadwal salat ada saja pengguna jalan dalam perjalanan jauh, melepas lelah sembari menjalankan ibadah salat wajib di masjid ini," kata Muammar.