SuaraLampung.id - Petugas Kejaksaan Negeri Metro menangkap terpidana kasus korupsi pembangunan gedung ruang kelas SMAN 6 Metro tahun anggaran 2013 atas nama Abdul Mukti.
Abdul Mukti adalah buronan yang diburu petugas Kejari Metro sejak tahun 2016. Abdul Mukti menghilang sejak ditetapkan sebagai tersangka korupsi pembangunan gedung ruang kelas SMAN 6 Metro tahun anggaran 2013.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Lampung Andrie W Setiawan mengatakan, Abdul Mukti ditangkap tim Kejari Metro pada Rabu (19/5/2021).
"Sejak dilakukan penyidikan tahun 2016, yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan penyidik sebanyak 3 kali dan sampai proses penuntutan tidak diketahui keberadaan yang bersangkutan," ujar Andrie melalui siaran pers.
Baca Juga:2 Orang Pemasok Narkoba ke Anak Rita Sugiarto Diringkus Polda Metro
Biarpun keberadaan Abdul Mukti tidak diketahui, penuntut umum tetap menggelar sidang terhadap Abdul Mukti tanpa kehadiran terdakwa atau in-absentia di PN Tanjungkarang.
Dalam persidangan, majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama tiga tahun terhadap Abdul Mukti.
Kasus ini bermula dari adanya proyek di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga Kota Metro. Dispora Metro terdapat anggaran pembangunan gedung ruang kelas SMA Negeri 6 Kota Metro dengan nilai anggaran sebesar Rp. 2.520.000.000 yang bersumber dari APBD Kota Metro.
Bulan Maret 2013 saksi Baroni, selaku Direktur PT. Usaha Titian Jejama menyetujui perusahaannya dipinjam oleh Terpidana Abdul Mukti untuk mengikuti pelelangan dalam pekerjaan pembangunan gedung ruang kelas SMA Negeri 6 Metro.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik lapangan yang dilakukan tim ahli Fakultas Teknik UNILA dengan menggunakan uji hammer test pada pembangungan gedung kelas SMA 6 Metro serta dilakukan analisis mutu karakteristik bangunan yakni tidak sesuai dengan mutu kekuatan struktur beton dan memiliki kekurangan volume beton.
Baca Juga:Jemput Bola, Polda Metro Tes Covid-19 Pemudik di Kalibata
"Berdasarkan hasil audit perhitungan keuangan negara yang telah dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Prov. Lampung dalam perkara ini terdapat kerugian negara sebesar Rp. 54.144.066,35," ujar Andrie.