SuaraLampung.id - Kudeta di Partai Demokrat menjadi ramai karena melibatkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Asumsi berkembang ada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di balik aksi kudeta.
Pengamat Ade Armando tidak sepakat Jokowi di balik kudeta Partai Demokrat. Menurutnya tidak masuk akal Jokowi sebagai aktor intelektual di balik kudeta Partai Demokrat.
Namun isu Jokowi di balik kudeta Partai Demokrat akan terus berlangsung selama Moeldoko masih berada di dalam lingkar istana.
Karena itu Ade Armando menyarankan Moeldoko mundur saja sebagai KSP. Bagi Ade Armando, Moeldoko tidak akan rugi banyak jika mundur dari KSP.
Baca Juga:Yasonna Ultimatum SBY dan AHY: Jangan Main Serang Pemerintah Tanpa Dasar!
"Dan logis saja kalau dia lebih baik berkonsentrasi di Partai Demokrat karena dia harus memimpin upaya konsolidasi internal yang butuh perhatian, energi dan waktu. Kalau dia masih mendua ga mungkin optimal," ujar Ade Armando dilansir dari CokroTV berjudul "APA SKENARIO DI BELAKANG KUDETA DEMOKRAT? | Logika Ade Armando".
Ade Armando juga percaya Jokowi tidak menginstruksikan Moeldoko untuk mengambilalih Partai Demokrat dari tangan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). "Karena Jokowi tidak akan memperoleh manfaat apa-apa dari kudeta itu," ujarnya.
Ade Armando punya alasan mengapa Jokowi bukan aktor kudeta Demokrat. Menurut Ade Armando, posisi Jokowi sekarang solid. Ini ditunjukkan dari berbagai hasil survei yang menyatakan kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi masih tinggi.
Jokowi juga kata Ade Armando bisa menjinakkan partai-partai yang sebelumnya oposisi menjadi mitra pemerintah. Di sisi lain, Jokowi juga tidak punya masalah personal dengan Demokrat.
"Yang merintangi hubungan Jokowi dengan SBY adalah Bu Mega," ujar Ade Armando. Selanjutnya menurut Ade Armando, Jokowi hanya tinggal menyelesaikan masa jabatannya yang tersisa tiga tahun lagi.
Baca Juga:Kisruh Kubu AHY-Moeldoko, Menkumham: Itu Masalah Internal Demokrat
"Buat apa dia meninggalkan warisan nama buruk mengintervensi parpol sehingga mungkin menimbulkan konflik berkepanjangan," ujar Ade.
"Buat apa juga dia susah payah memperlemah Demokrat yang sama sekali ga perlu dianggap sebagai ancaman serius buat kepemimpinannya tiga tahun mendatang?" lanjut dia. Dengan kata lain, tutur Ade Armando, agak sulit membayangkan Jokowi mastermind di balik pelemahan Demokrat.
Menurut Ade Armando, Moeldoko juga bukan aktor tunggal di balik kudeta Partai Demokrat. "Analisis bahwa ini kerjaan Moeldoko sendirian untuk memenuhi ambisinya menjadi capres 2024 rasanya sih lemah," kata Ade Armando.
Ade Armando yakin Moeldoko tahu bahwa dukungan rakyat terhadap dirinya rendah dan namanya tidak pernah disebut dalam survei-survei tokoh berpotensi menjadi capres 2024.
"Kalau pengambilalihan Demokrat itu untuk meniti jalan sebagai presiden itu sih bagai pungguk merindukan bulan," ujar Ade Armando.
Karena itu yang masuk akal, menurutnya, Partai Demokrat direbut bukan sebagai panggung bagi Moeldoko. Jika Moeldoko mengambilalih Demokrat agar partai besutan SBY ini hancur, Ade tidak setuju.
Karena menurutnya, Partai Demokrat bukan ancaman bagi siapa-siapa. Lagipula, lanjutnya, Moeldoko tidak mau menghancurkan reputasinya memimpin partai yang diharapkan hancur dengan sendirinya.
"Jadi agaknya AHY harus disingkirkan bukan agar Demokrat hancur tapi agar langkah politik mereka bisa selaras dengan kepentingan-kepentingan pihak yang merancang pergantian kekuasaan," ujar Ade.
Partai Demokrat mungkin bukan partai besar, tapi kata Ade Armando, Demokrat selalu berada di urutan lima besar parpol di Indonesia. Dan menurutnya faktor SBY tetap penting untuk menaikkan popularitas Partai Demokrat.
"Bahkan AHY pun tidak jelek-jelek amat. Mungkin tidak ada harapan baginya menjadi capres, tapi dia tetap merupakan kekuatan yang patut diperhitungkan untuk mengusung nama tokoh tertentu," kata Ade.
"Kalau ini benar, kemungkinan yang bisa menjelaskan mengapa Demokrat harus diambil alih adalah karena partai ini mungkin saja jadi batu sandungan bagi sebuah skenario yang sedang dirancang dua partai terbesar: PDIP dan Gerindra," jelasnya.
Skenario apa itu? Menurut Ade Armando sudah banyak diramalkan pada pilpres 2024 PDIP dan Gerindra akan mengusung pasangan Prabowo Subianto-Puan Maharani.
Sebenarnya, kata Ade, Ganjar Pranowo lebih populer namun Ganjar adalah kader partai yang sangat loyal pimpinan. Karena itu, menurut Ade Armando, Ganjar pasti akan mengalah walaupun peluang dirinya menang lebih besar.
Dengan begitu, kata Ade, yang menjadi ganjalan bagi skenario Prabowo-Puan adalah Anies Baswedan. Saat ini pendukung Anies, beber Ade Armando, adalah PKS dan bisa jadi Demokrat jika masih berada di bawah SBY.
"Bila PKS dan Demokrat bergabung sangat mungkin mereka bisa menarik parpol-parpol diluar duet PDIP-Gerindra. Jadi pimpinan Demokrat harus diganti bukan untuk memperlemah tapi untuk mengubah haluan di pertarungan 2024. Itu salah satu analisis yang masuk akal," kata Ade.
Tapi, tutur Ade, ada juga analisis lain yang berkembang. Yaitu Demokrat perlu dikudeta agar setuju dengan rencana amandemen UUD 45 yaitu pada poin masa jabatan presiden tiga periode.
Artinya masa jabatan Jokowi bisa diperpanjang hingga tiga periode. Ade mengatakan, wacana penambahan masa jabatan presiden tiga periode ini sudah dilontarkan beberapa parpol.
Sementara Demokrat tidak masuk dalam kelompok pendukung amandemen UUD 45 ini. "Karena itu menurut analisis ini pimpinan Demokrat harus diganti," ujar Ade Armando.
Jokowi sendiri kata Ade menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode. "Kalaulah benar ini ada kaitannya dengan amandemen UUD 45 mungkin sekali ini dilakukan parpol-parpol yang khawatir pergantian Jokowi akan melahirkan guncangan hebat tapi mungkin saja tidak melibatkan Jokowi," beber Ade Armando.