SuaraLampung.id - Amerika Serikat (AS) kini ikut terlibat dalam konflik di Laut China Selatan. Keterlibatan AS ini untuk menandingi pengaruh China di kawasan Indo-Pasifik.
Founder and Chairman Indonesia Center for Air Power Studies Chappy Hakim berpendapat bahwa Amerika Serikat menggunakan isu sengketa di Laut China Selatan untuk melebarkan pengaruhnya di kawasan Indo-Pasifik.
"AS melakukan itu untuk menandingi pengaruh China di kawasan tersebut yang semakin meluas di kawasan," kata Chappy dalam Webinar Moya Institute bertajuk "Perebutan Pengaruh di Kawasan Pascakapitulasi AS dari Afghanistan", Jumat (17/12/2021) dikutip dari ANTARA.
Pola yang dilakukan AS, lanjut dia, adalah menyuarakan tentang adanya bahaya China di Laut China Selatan kepada negara-negara Asia Tenggara, seperti Vietnam dan Filipina yang memang memiliki pertikaian wilayah dengan China.
"Pascaberakhirnya Perang Dingin 1991, ada pemotongan signifikan belanja pertahanan AS. Hal itu menyebabkan pangkalan militernya di Filipina "closed down". Kekuatan armada ketujuh di Pasifik berkurang," kata mantan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) ini dalam siaran persnya.
Sementara di sisi lain, pertumbuhan ekonomi China dan India meningkat secara fantastis. Peningkatan pertumbuhan ekonomi itu diikuti pula oleh peningkatan anggaran pertahanan secara signifikan.
Hal itu, kata Chappy, menandakan bahwa pengaruh Amerika di Indo-Pasifik semakin berkurang. Maka, ketika muncul isu sengketa Laut China Selatan, AS berupaya menggunakan isu tersebut untuk memperkuat pengaruhnya di kalangan negara-negara Asia Tenggara.
"AS berusaha memengaruhi negara-negara Indo- Pasifik bahwa ada ancaman di kawasan tersebut, yakni China. Upaya itu dilakukan untuk mengimbangi melemahnya kekuatan militer mereka di kawasan," tuturnya.
Pemerhati isu-isu global, Prof Imron Cotan mengungkapkan sebagai sebuah negara kontinental, AS memiliki prinsip menghindarkan diri dari peperangan di negaranya sendiri.
Baca Juga: AS Diterjang Angin Tornado Dahsyat, Sedikitnya 70 Nyawa Melayang
Oleh karena itu, sejak dulu Amerika selalu menerapkan "forward strategy", yaitu hanya ingin berperang di luar wilayah negaranya. Pemboman Pearl Harbour dan serangan teroris 911 atau 9 September membuat AS secara kalap melancarkan "War On Terror" (WOT) yang praktis gagal, khususnya di Afghanistan.
"Sehingga ketika terjadi peristiwa Pearl Harbour dan 911, sesungguhnya AS sangat terluka, dan mengamuk. Pasca 911, misalnya, AS segera menyerang Afghanistan untuk memburu Osama bin Laden sekaligus menjatuhkan Taliban," ujar Cotan.
Namun, pascakegagalan-kegagalan tersebut AS kembali mencari "musuh bersama" dan tampaknya China secara konsensus ditinjau dari perspektif tersebut.
"Kalau ketika perang Vietnam dan Afghanistan dulu, publik Amerika tidak mendukung, tapi tampaknya untuk China, Amerika satu suara bahwa China adalah "common enemy", terutama bila dikaitkan dengan perang dagang," ujar Cotan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto selaku pemantik diskusi menyatakan kegagalan inisiatif multinasional AS memerangi terorisme di Timur Tengah yang ditutup dengan kapitulasi negara tersebut dari Afghanistan memunculkan kecenderungan kuat bahwa AS menyerahkan perang melawan terorisme kepada negara-negara terkait.
Dikatakan Hery, AS kembali mengkonsentrasikan diri untuk menandingi pengaruh China yang semakin meningkat di kawasan Indo-Pasifik akhir-akhir ini.
Berita Terkait
Terpopuler
- Lagi Jadi Omongan, Berapa Penghasilan Edi Sound Si Penemu Sound Horeg?
- 5 Pemain Timnas Indonesia yang Bakal Tampil di Kasta Tertinggi Eropa Musim 2025/2026
- Kisah Pilu Dokter THT Lulusan UI dan Singapura Tinggal di Kolong Jembatan Demak
- Brandon Scheunemann Jadi Pemain Paling Unik di Timnas Indonesia U-23, Masa Depan Timnas Senior
- Orang Aceh Ada di Logo Kota Salem, Gubernur Aceh Kirim Surat ke Amerika Serikat
Pilihan
-
Siapa Ratu Tisha? Didorong Jadi Ketum PSSI Pasca Kegagalan Timnas U-23
-
6 Rekomendasi HP dengan Kamera Canggih untuk Konten Kreator 2025
-
4 Rekomendasi HP Murah Vivo Memori Besar, Harga Terjangkau Sudah Spek Dewa
-
GIIAS 2025 Ramai Pengunjung, Tapi Bosnya Khawatir Ada "Rojali" dan "Rohana"
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Xiaomi dengan Chipset Gahar dan Memori Besar
Terkini
-
Tanggamus Dilanda Banjir, Status Darurat Bencana Segera Ditetapkan!
-
Paul Munster Terguncang Sambutan Suporter Bhayangkara FC, Janjikan DNA Baru Penuh Serangan!
-
Banjir Landa Tanggamus! 18 Desa Terdampak
-
Terungkap Penyebab 14 Ribu Hektare Lahan di Lampung Tak Bersertifikat
-
Rekomendasi 6 Popok Bayi Paling Nyaman, Si Kecil Anti Rewel dan Bebas Ruam!