Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Selasa, 26 Oktober 2021 | 08:10 WIB
Ilustrasi Kapolres Nunukan AKBP Syaiful Anwar. [Dokumen Polres Nunukan]

Pada 14 September 2019 terjadi ledakan gudang amunisi di Markas Brimob Srondol, Jawa Tengah. Ledakan gudang amunisi terjadi pada pukul 07.00. 

Gudang yang meledak adalah gudang peledak temuan masyarakat. Awalnya terjadi 3 ledakan kecil disusul beberapa ledakan besar. 

Saat ledakan terjadi AKBP Syaiful Anwar menjabat sebagai Komandan Batalyon Gegana Polda Jawa Tengah. Rumah yang ia tempati saat itu berjarak 50 meter dari lokasi gudang yang meledak. 

Ketika ledakan terjadi, AKBP Syaiful Anwar melihat dari jendela rumahnya. Ledakan itu mengakibatkan AKBP Syaiful Anwar terkena serpihan kaca di bagian tangan dan kepala. Beruntung Syaiful hanya mengalami luka ringan. 

Baca Juga: Ditendang dan Ditonjok Kapolres Nunukan, Anak Buah Sebar Video hingga Viral

Praktik Militeristik di Tubuh Polri

Komisioner Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menyayangkan adanya tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh Kapolres Nunukan, hal ini menunjukkan praktik militeristik masih terjadi ditubuh Polri.

"Tindakan menendang dan memukul tersebut menunjukkan masih adanya praktek militeristik warisan Orde Baru yang tidak layak diterapkan di Kepolisian pasca reformasi," ujar Poengky saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (25/10/2021) malam dikutip dari ANTARA.

Menurut Poengky, jika betul anggota bersalah, masih ada cara pembinaan yang humanis yang dapat dilakukan pimpinan, antara lain dengan melakukan teguran dan hukuman yang mendidik.

Poengky sendiri mengaku belum mengetahui secara pasti duduk permasalahannya. Ia menduga, kemungkinan ada kesalahan yang dilakukan anggota.

Baca Juga: Terkuak, Kapolres Nunukan Aniaya Anak Buah karena Kesal Gegara Zoom Meeting

"Meskipun demikian, penggunaan kekerasan seharusnya tidak dipertontonkan oleh pimpinan kepada anggota," ujar Poengky.

Load More