Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Sabtu, 02 Oktober 2021 | 12:44 WIB
Ilustrasi Gajah di Taman Nasional Way Kambas. Sebanyak 22 ekor gajah di Taman Nasional Way Kambas mati akibat perburuan liar. [ANTARA]

SuaraLampung.id - Perburuan liar terhadap gajah di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung Timur, masih terus terjadi. 

Pada tahun 2020, Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) mencatat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir adanya kematian 22 ekor gajah akibat perburuan liar.

Gajah-gajah di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) ini mati tanpa gading dan gigi. Bahkan, kontak senjata masih terjadi antara polisi hutan dan pelaku perburuan liar di TNWK.

Sejumlah barang bukti seringkali ditemukan seperti 741 jerat seling, 34 sepeda ontel, 4 perahu dayung, tulang kepala
gajah, tulang dan pinggul.

Baca Juga: Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia, Membaca Manakib Khusus

Berdasarkan hasil survei DNA populasi gajah pada tahun 2010 yang dilakukan Wildlife Conservation Society (WCS) secara keseluruhan terdapat 247 ekor gajah di tahun tersebut.

Pada pendataan tahun 2020 hasil dengan dari metode GPS collar yaitu pemantauan Elephant Response Unit (ERU) TNWK dari kelompok gajah yang ada mencatat hanya 180 ekor yang ada dan 67 ekor gajah tidak terpantau metode GPS collar.

Kepala Balai TNWK Kuswandono mengatakan dari hasil evaluasi dengan aplikasi SMART RBM semester 1 tahun 2021 ditemukan jenis alat perburuan 1 jaring kabut, 7 jerat nilon, 16 jerat jerat seling, 40 jerat selling kecil, 2 perangkap kandang, 3 stick dan 13 tanda perburuan lainnya.

”Temuan yang kami dapat menandakan bahwa perburuan liar di kawasan TN Way Kambas harus dihentikan karena mengancam populasi satwa liar dan tentunya akan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem hutan hingga ekosistem bumi secara jangka panjang,” tegasnya dikutip dari siaran pers yang dikeluarkan ID COMM.

Menurut Kuswandono, konsep perlindungan penyangga kehidupan merupakan hal yang sangat penting. Tidak hanya perlindungan bagi satwa yang ada di area konservasi, tetapi juga melindungi ekosistemnya.

Baca Juga: Kisah Situs Gajah Putih Ndekem di Sawit, dan Sejarah Sumpah Serapah di Zaman Mataram Kuno

"Salah satu dari kegiatan konservasi adalah melakukan restorasi hutan, agar keseimbangan ekosistem di kawasan konservasi ini bisa tercapai,” kata Kuswandono.

Load More