SuaraLampung.id - Virus corona atau COVID-19 terus bermutasi sehingga muncul varian-varian baru. Masyarakat diminta tidak perlu takut dengan adanya varian baru karena vaksin yang ada saat ini masih terbukti efektif mengatasi COVID-19.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Tjandra Yoga Aditama berpendapat vaksin COVID-19 yang tersedia saat ini masih bisa digunakan untuk menangani varian-varian baru virus corona termasuk Delta, kendati efikasinya turun.
"Efikasi vaksin sekarang memang turun karena ada mutasi atau varian baru. Tetapi sejauh ini walaupun turun masih bisa dipakai untuk menangani varian-varian yang ada sampai saat ini terutama mencegah penyakit berat dan kematian," kata dia di sela Kuliah Pakar bertajuk "Peran Biomedis di Era dan Pasca Pandemi" yang digelar Universitas YARSI, Rabu (15/9/2021) dikutip dari ANTARA.
Vaksin Pfizer-BioNTech misalnya. Analisis yang dilakukan Public Health England, seperti dikutip Healthline menunjukkan, vaksin ini kira-kira 80 persen efektif mencegah infeksi dari varian Delta.
Baca Juga: Studi: 11 Persen Anak Berisiko Alami Long COVID-19 Setelah Dinyatakan Negatif
Hasil ini didapat setelah para peneliti menganalisis 14.019 orang pasien dan 166 di antaranya menjalani perawatan di rumah sakit wilayah Inggris.
Dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech sekitar 88 persen efektif melawan penyakit simtomatik dan 96 persen efektif mencegah pasien dengan varian Delta menjalani rawat inap.
Sebuah studi laboratorium kecil yang dilakukan para peneliti New York memperlihatkan, vaksin berbasis mRNA yakni Pfizer dan Moderna efektif sekitar 94-95 persen efektif mencegah COVID-19 dengan varian Delta.
Vaksin Pfizer sendiri diketahui memiliki efikasi sebesar 95 persen infeksi SARS-CoV-2.
Sementara itu, untuk Sinovac, dua suntikan vaksin memberikan kemanjuran 59 persen terhadap varian Delta, 70,2 persen untuk COVID-19 kategori sedang dan 100 persen untuk kasus parah, ungkap sebuah studi yang dilakukan para peneliti dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Guangzhou seperti dikutip dari Xinhua.
Baca Juga: Waduh! Kabar Vaksinasi Berbayar di Balikpapan Masuk Radar Polda Kaltim
Dalam studi itu, peneliti melibatkan 628 orang pasien termasuk 153 orang yang terkonfirmasi COVID-19 dengan varian Delta.
Menurut Tjandra yang pernah menjabat sebagai Direktur WHO Asia Tenggara itu, bila nantinya efikasi semakin turun maka upaya yang bisa dilakukan ialah modifikasi vaksin bukannya membuat vaksin baru.
"Kalau nanti turun lagi, maka bisa dilakukan modifikasi. Jadi tidak perlu bikin vaksin baru. Sekarang masih belum (turun). Jangan berpikir nanti kalau turun lagi kita harus memulai lagi, prosesnya menunggu setahun lagi baru ada vaksin. Modifikasi, cukup cepat 6-8 minggu," kata dia.
Hal senada juga diungkapkan para peneliti dari Texas. Mereka, seperti dikutip dari News Medical mengatakan perlunya memodifikasi vaksin COVID-19 yang saat ini digunakan agar sesuai dengan varian yang beredar.
Peneliti Pei-Yong Shi dan koleganya merekomendasikan peningkatan imunisasi global dengan vaksin yang tersedia saat ini, bersama dengan booster bila diperlukan. Cara ini bisa dilakukan sebagai salah satu pendekatan untuk mengakhiri pandemi COVID-19.
Namun, desain vaksin booster tergantung pada apakah varian yang baru muncul dapat lolos dari kekebalan yang dihasilkan oleh vaksin saat ini atau infeksi alami.
Menurut mereka, potensi hilangnya kekebalan akibat setiap varian baru pada individu yang divaksinasi dan terinfeksi harus dipantau secara ketat. (ANTARA)
Berita Terkait
-
Sebut WHO Rancang Pandemi Baru, Epidemiolog UI Tepis Ucapan Dharma Pongrekun: Itu Omong Kosong
-
Negara Kaya Wajib Bantu Negara Berkembang? Ini Tuntutan AHF di WHO Pandemic Agreement
-
Kartu Prakerja Catat Prestasi Signifikan Hingga Dapat Puja-puji Dunia
-
Dharma Pongrekun Sebut Penyebab Tanah Abang Sepi Akibat Pandemi Covid-19
-
Kawal Masyarakat Indonesia Selama Pandemi Covid-19, 10 Tahun Jokowi Catat Kemajuan Pesat Bidang Telemedicine
Terpopuler
- Diminta Cetak Uang Kertas Bergambar Jokowi, Reaksi Bank Indonesia di Luar Prediksi: Kalau Gitu...
- Ragnar Oratmangoen Akui Lebih Nyaman di Belanda Ketimbang Indonesia: Saya Tidak Menonjol saat...
- Warga Jakarta Jangan Salah Nyoblos Besok, YLBHI Bongkar 'Dosa-dosa' Cagub Nomor Urut 2 Dharma Pongrekun
- Pelatih Jay Idzes: Saya Tidak Senang, Ini Memalukan!
- Pratiwi Noviyanthi Ditinggal Pengacara Usai Tak Mau Selesaikan Kisruh Donasi Pengobatan Agus Salim
Pilihan
-
Harga MinyaKita Mahal, Mendag "Lip Service" Bakal Turunkan
-
Mahasiswa Universitas Lampung Ajak Warga Gotong Royong Peduli Lingkungan
-
Jangan Lewatkan! Amalan Malam Jumat untuk Perlindungan dari Fitnah Dajjal
-
Setelah Pilkada, Harga Emas Antam Meroket Jadi Rp1.513.000/Gram
-
Mempelajari Efektivitas Template Braille pada Pesta Demokrasi
Terkini
-
Dinamika Pilkada Serentak 2024 di Lampung: Surat Suara Tertukar, Kurang, Rusak, dan Intimidasi
-
Menang Versi Hitung Cepat, Ini Kata Eva Dwiana
-
13 Laporan Dugaan Politik Uang Warnai Pilkada Serentak Lampung
-
Update Hasil Hitung Cepat Pilkada Serentak 2024 di Lampung
-
Unggul Versi Hitung Cepat, Cabup Pringsewu Riyanto Pamungkas Cukur Gundul