Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Sabtu, 04 September 2021 | 12:23 WIB
Klinik Bersalin Santa Maria Metro. [Dokumen BPCB Serang 2012]

SuaraLampung.id - Klinik Bersalin Santa Maria di Kota Metro, Lampung, berdiri sejak 1938.

Awalnya Klinik Bersalin Santa Maria adalah bangunan klinik kesehatan yakni Roomsch Katholieke Missie.

Klinik Bersalin Santa Maria terletak di tengah-tengah Kota Metro, di sebelah Gereja Hati Kudus dan tepat di seberang pojok kanan Taman Merdeka.

Klinik Bersalin Santa Maria adalah rumah sakit tertua yang didirikan dengan nama St. Elisabeth atas prakarsa suster-suster Fransiskan di bawah penanganan Pastor M. Neilen, SCJ, sekaligus sebagai imam Gereja pertama yang tinggal di Kota Metro.

Baca Juga: Pemkot Metro Dukung Penelusuran Arsip Sejarah ke Belanda

Pada zaman Belanda belum ada rumah sakit yang lain, rumah sakit Santa Maria inilah yang menangani rakyat yang sakit, baik sakit malaria atau jenis penyakit lainnya.

Meski berdinding geribik saat dibuka, rumah sakit inilah yang mengobati penyakit para transmigran saat itu seperti malaria, TBC, disentri, dan borok merajalela.

Romo Neilen meminta bantuan tiga suster asal Belanda dari Pringsewu untuk melakukan pelayanan kesehatan. Maraknya penduduk yang membutuhkan pelayanan kesehatan membuat pada tahun 1939 kembali didatangkan tiga suster dari Jerman untuk membantu pelayanan kesehatan,(Gereja Katolik Metro : 2017)

Pada tanggal 20 Februari 1942 Jepang menguasai Lampung. Pada bulan April 1942 semua imam dan suster ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara.

Rumah Sakit Katolik di Metro diambil alih oleh Jepang dan gereja digunakan sebagai barak-barak. Kesulitan yang dihadapi P. Nielen adalah masa pendudukan Jepang.

Baca Juga: Vaksinasi Pelajar di Bandar Lampung Digelar di Sekolah

Imam dan para suster ditangkap dan dipenjarakan di Tanjungkarang, bahkan dipindahkan ke Mentok, Bangka dan ke Belalau, Sumatera Selatan.

Sebagaimana dipaparkan Rahmatul Ummah, KH. Arief Mahya dalam tulisannya, Mengenal Seluk Beluk Metro Tempoe Doeloe di HU. Lampung Post, 11 Juni 2014 menjelaskan bahwa sejak Metro dibuka hingga tahun 1952 di Metro hanya ada 1 rumah sakit, yaitu rumah sakit bersalin kepunyaan Misi Katholik, bagian depannya dipakai Dinas Kesehatan Pemerintah sebagai balai pengobatan dengan dr. Soemarno pimpinannya, dibantu R. Sosrosowdarmo, Sarindo Hasibuan, dan lain-lain mantri kesehatannya.

Dalam perkembangannya sejak berdirinya bangunan Rumah Sakit Umum (RSU) Ahmad Yani, pada tahun 1967 sejak itulah kemudian Santa Maria secara khusus melayani pasien bersalin untuk ibu dan anak.

Bruder dan Suster katolik Eropa di Rumah Sakit Metro Distrik Lampung Sekitar Maret 1940. [ISTIMEWA]

Pada tahun 1958 para suster mengajukan permohonan izin untuk Rumah Sakit Bersalin yang izinnya kemudian terbit pada 14 September 1960.

Sejak berdirinya Rumah Sakit Umum (RSU) Ahmad Yani, yang dulunya bernama Balai Kesehatan milik pemerintah, sejak itulah kemudian Santa Maria mengkhususkan diri melayani pasien bersalin (ibu dan anak).

Selanjutnya pada tahun 2013 pemerintah menerapkan aturan bahwa seluruh rumah sakit bersalin harus berganti nama menjadi klinik.

Sejak 26 Juli 2013 Rumah Bersalin Santa Maria resmi berganti nama menjadi klinik Bersalin dan Rawat Inap Utama Santa Maria Metro.

Perjalanan panjang Santa Maria sebagai cikal bakal pelayanan kesehatan dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda di Metro hari ini.

Terlebih sejak pendiriannya hingga saat ini Santa Maria selain terus menjaga pelestarian bangunan bersejarah juga telah mengedepankan nilai-nilai pelayanan kemanusiaan dibandingkan keuntungan dan melayani masyarakat tanpa memandang suku, agama, ras dan golongan.

Hingga saat ini ribuan atau bahkan puluhan ribu anak telah dilahirkan di Rumah Sakit tertua di Kota Metro.

Sebagai rumah sakit tertua yang telah berperan besar di masa lalu RB. Santa Maria yang menyimpan banyak sejarah dalam perjalanan Kota Metro.

Sejak awal berdiri Santa maria telah menyadari bahwa masalah kesehatan dinilai sangat penting bagi kemajuan kota dan perkembangan sumber daya manusia yang ada saat itu. 

Penulis: Oki Hajiansyah Wahab (Peminat Sejarah)

NB

Artikel ini terbit atas kerja sama Suaralampung.id dengan Sahabat Dokterswoning

Load More