SuaraLampung.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengapresiasi putusan terhadap Dian Anshori, mantan petugas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur, yang mencabuli seorang anak berinisial NV.
Wakil Ketua LPSK Livia Istania DF Iskandar mengatakan, putusan yang diambil majelis hakim Pengadilan Negeri Sukadana, merupakan langkah yang tepat dan harus mendapatkan apresiasi dari semua pihak.
LPSK menyoroti adanya putusan restitusi terhadap Dian Anshori. Menurut Livia, putusan dalam perkara ini merupakan hal yang progresif dalam upaya memenuhi pemenuhan hak anak korban kekerasan seksual.
Hal ini terlihat dari kejelian Jaksa penuntut umum dengan memasukan restitusi ke dalam tuntutan, dan majelis hakim mengabulkan tuntutan restitusi tersebut.
"Memasukkan restitusi dalam penjatuhan pidana merupakan hal yang masih belum sering ditemui," kata dia. Istilah restitusi bukanlah sesuatu yang baru dalam sistem hukum di Indonesia.
Restitusi sudah diatur sejak lama dalam UU 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta UU 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Khusus terkait dengan penentuan restitusi, kata Livia, aparat penegak hukum bisa berkoordinasi dengan LPSK, mengingat satu-satunya kewenangan menilai restitusi dimandatkan pada LPSK. Urgensi kolaborasi ini, bisa didasarkan pada data perlindungan LPSK yang jumlahnya sangat banyak.
Berdasarkan data tahun 2020, perlindungan terhadap penanganan perkara kekerasan seksual yang dilakukan oleh LPSK mecapai 533 terlindung, yang tersebar di 25 provinsi.
"Harapan kami, putusan ini bisa menjadi praktik baik dalam menyelaraskan antara proses penegakan hukum dan upaya pemulihan hak korban," ujar Livia.
Baca Juga: Lupa Total Korban, Modus Predator Seks ke Anak-anak, Pura-pura Tanya Warung
Diketahui Majelis hakim Pengadilan Negeri Sukadana yang diketuai oleh Etik Purwaningsih, menjatuhkan vonis 20 tahun penjara kepada Dian Anshori.
Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kebiri kimia, dan denda 800 juta rupiah dengan subsidair 3 bulan penjara.
Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan restitusi kepada korban sebesar Rp 7,7 juta. Restitusi wajib dibayar dalam 30 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Ketua majelis hakim Etik Purwaningsih menegaskan bahwa, apabila restitusi tidak dibayarkan, keluarga atau ahli waris memberitahukan PN Sukadana, dan akan diberikan surat peringatan.
Apabila dalam 14 hari tidak dibayar, harta terdakwa disita untuk dilelang. Apabila tidak cukup, maka akan diganti kurungan 3 bulan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
BRI Dorong Pertumbuhan Inklusif lewat Penyaluran KUR kepada 3,2 juta Debitur UMKM
-
3 Trik Nasi Pulen dan Wangi untuk Masak Harian ala Ibu-Ibu Hemat Alfamart
-
Tarif Tol Bakauheni-Terbanggi Besar Naik Akhir Bulan, Rincian Lengkap Biaya Terbarunya
-
Sat Set Promo Indomaret! 11 Snack & Yogurt Viral Mulai Rp3 Ribuan, Wajib Borong
-
Dukung Pertumbuhan di Sektor Riil, BRI Fasilitasi Sindikasi Pembiayaan untuk PT SSMS