SuaraLampung.id - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak meminta masyarakat untuk tidak menyebarluaskan video penggerebekan pasangan pelajar di Lampung Timur untuk mencegah trauma dan stigma pada korban.
"Kami meminta agar masyarakat tidak menyebarluaskan video tersebut, karena akan memberikan trauma panjang pada korban dan mencegah stigma," kata Sekretaris KemenPPPA, Titi Eko Rahayu, Kamis (20/2/2025).
Pihaknya menyesalkan adanya pemaksaan perkawinan pada sepasang pelajar di Lampung Timur setelah mereka digerebek warga desa.
Sebab, perkawinan usia anak memiliki banyak dampak negatif yang sangat besar, seperti terancamnya kesempatan korban untuk tetap bersekolah.
Baca Juga:Alasan Pelaku Sebar Video Asusila Pasangan Pelajar di Lampung Timur
"Kami prihatin dengan pergaulan remaja yang semestinya tidak dilakukan sebelum resmi menikah. Namun, di satu sisi kami juga sangat menyayangkan keputusan dari pihak keluarga yang mengambil jalan pintas untuk menikahkan para korban. Perkawinan pada usia anak memiliki dampak negatif yang besar," kata Titi Eko Rahayu.
Menurut dia, pernikahan paksa pada remaja akan berdampak psikologis yang serius, termasuk kecemasan, depresi, trauma, dan potensi masalah kesehatan mental jangka panjang, sehingga hal ini yang seharusnya jadi pertimbangan orang tua.
Faktor lainnya adalah ancaman konflik rumah tangga dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Titi Eko Rahayu menambahkan bahwa pemaksaan perkawinan merupakan salah satu bentuk tindak pidana dan termasuk tindak pidana kekerasan seksual.
Hal ini sebagaimana Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Baca Juga:Drama Pasangan Pelajar di Lampung Timur: Dari Digerebek Hingga Nikah, Kini Penyebar Video Dibekuk
"Setiap orang yang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan". (ANTARA)