SuaraLampung.id - Pulang ke kampung halaman usai 10 tahun merantau di negeri orang, Etik Nurhalimah kini mengabdikan dirinya sebagai pengajar di Yayasan Rahmatan Lil'alaamin di Desa Sumberejo, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur.
Lengkingan suara Etik sedikit serak di hadapan sejumlah murid yang tidak lebih dari 10 anak. Sambil berdiri, perempuan berhijab itu menggoreskan spidol warna hitam pada papan putih menerangkan pelajaran.
Para murid tampak serius memperhatikan. Ada yang duduk bersila, ada yang sambil tiduran di atas karpet usang. Itu tak menganggu Etik dalam memberi penjelasan.
"Apa yang adik-adik tidak mengerti dari yang saya terangkan? Jangan malu atau takut untuk bertanya, ayo yang belum paham tanya biar paham,"teriak Etik di dalam ruang belajar yang cukup sederhana.
Baca Juga:Perempuan Asal Bandung Barat Tiba-tiba Terdampar di Arab Saudi, Ridwan Kamil Bakal Lakukan Ini
Ruangan tempat Etik mengajar bisa dibilang sangat sederhana. Dengan dinding setinggi 1,2 meter, sorotan sinar matahari leluasa menerobos ruang belajar.
Sabtu (10/12/2022) itu, Etik sedang memberi pelajaran Bahasa Indonesia kepada anak-anak penghuni Yayasan Rahmatan Lil'alaamin di Desa Sumberejo, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur.
Yayasan dimana tempat Etik mengabdi cukup memprihatinkan. Hanya ada tiga ruang belajar di sana. Sejumlah ruang baru proses pembangunan. Di tengah terdapat bangunan dari konstruksi kayu yang digunakan untuk mengaji agama Islam anak-anak.
"Di sini selain belajar pendidikan formal juga belajar ngaji karena yayasan Rahmatan Lil'alaamin semi pesantren," ucap Etik Nurhalimah.
Etik baru dua bulan mengajar di yayasan tersebut secara sukarela. Sebelumnya, perempuan kelahiran 1984 bekerja di Taiwan sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) selama 10 tahun.
Kondisi ekonomi yang membuat Etik harus mengadu nasib di negeri orang. Sebenarnya Etik ingin melanjutkan kuliah ekonomi setamat sekolah menengah atas (SMA). Namun orang tua tak mendukung. Akhirnya Etik menikah.
Cerai pada tahun 2012, Etik harus memikirkan masa depan anak laki-lakinya. Tak punya pilihan lain, Etik memutuskan menjadi PMI dan berangkat ke Taiwan.
"Pada 2012 saya nekat berangkat ke Taiwan dan harus berpisah sementara waktu dengan anak saya, waktu itu masih usia 3 tahun," kata dia.
Selama Etik di Taiwan, anak satu-satunya dirawat orang tuanya yang tinggal di Desa Labuhanratu Dua, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur.
Di Taiwan, Etik bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) menjaga majikan yang sudah jompo, dengan merawat keperluan sehari harinya.
Etik memiliki minat menulis dan pendidikan. Cita-citanya ingin menjadi tenaga pendidik ketika pulang ke kampung halamannya. Untuk itu ia di sela-sela pekerjaannya sebagai ART menempuh kuliah S1 dengan jurusan Pendidikan hingga selesai.
Mengisi waktu kosong di Taiwan, Etik mengaku sering iseng menulis cerpen. Sejumlah cerpen Etik sering dimuat pada surat kabar nasional di Indonesia. Etik juga aktif menulis pada kanal Redaksi Edukasi PMI yang ada di Taiwan.
Tidak hanya itu, Etik juga sering mengikuti lomba menulis dan menjadi juara. Sebut saja prestasinya seperti Juara 1 lomba menulis Cerpen inspiratif KPKErs Taiwan 2016, juara 1, lomba menulis bertema Cinta KPKers Taiwan 2016, pemenang Taiwan Literature Awards for Migrants (TLAM) 2017.
Ia juga pernah meraih 2 trofi dan 2 penghargaan di Taiwan Literature Award for Migrants 2020, pemenang Lomba Cerpen bertema “Perempuan” Unsyiah Press 2020.
Perempuan 38 tahun itu mengaku ketika masih di Taiwan sering komunikasi dengan pengurus yayasan Rahmatan Lil'alaamin, yang jaraknya hanya sekitar 10 menit naik motor dari rumahnya di Lampung Timur.
Dari seringnya komunikasi itu, timbullah niat Etik untuk mengajar di yayasan tersebut. Maka begitu pulang dari Taiwan dua bulan lalu, Etik langsung mengabdikan dirinya sebagai pengajar di Yayasan Rahmatan Lil'alaamin.
"Dari awal saya bercita-cita pulang dari Taiwan, mengabdi sebagai tenaga pengajar menyalurkan ilmu nya meskipun tanpa diupah," jelas dia.
Bahkan selama dia mengajar sering membantu membelikan alat tulis keperluan sekolah dengan uang pribadinya.
"Sering spidol habis dan peralatan kebutuhan guru habis saya beli sendiri dengan uang saya sendiri," ucapnya.
Apa yang Etik lalukan ini semata-mata ingin merubah paradigma PMI yang memiliki gaya hidup glamor setelah pulang dari perantauan.
Kontributor : Agus Susanto