Cara Petani Sawit Swadaya di Lampung Bertahan tanpa Pupuk Subsidi

Ditambah lagi saat ini petani sawit tidak bisa mendapat pupuk subsidi

Wakos Reza Gautama
Senin, 14 November 2022 | 08:10 WIB
Cara Petani Sawit Swadaya di Lampung Bertahan tanpa Pupuk Subsidi
Seorang petani sedang memanen sawit di Tulang Bawang. [Suaralampung.id/Agus Susanto]

Pupuk organik buatan Ikhwan memanfaatkan kotoran sapi yang difermentasi dengan abu sekam dan EM4 selama satu minggu sampai dua minggu. Hasil fermentasi itu ditaburkan pada tanaman sawit miliknya seluas dua hektare.

Berbeda dengan pupuk kimia yang ditabur begitu saja dekat batang pohon sawit, pupuk organik milik Ikhwan dimasukkan ke karung lalu diletakkan dekat batang sawit.

"Pupuk organik saya takar 10 kilogram lalu saya masukkan ke dalam karung dan saya letakkan dekat batang sawit dengan jarak 80 cm. Tujuannya apa kok di taruh dalam karung? Biar pupuk tidak terbawa air hujan," kata Ikhwan Mulyanto.

Merawat tanaman sawit dengan pupuk organik tidak instan seperti pupuk kimia. Ikhwan setidaknya perlu waktu satu tahun baru bisa melihat hasilnya.

Baca Juga:Semua Rumah Sakit di Bandar Lampung Siap Hadapi Lonjakan Kasus COVID-19

Buah sawit. [Suaralampung.id/Agus Susanto]
Buah sawit. [Suaralampung.id/Agus Susanto]

Ditilik dari biaya, Ikhwan mengakui pupuk organik lebih murah dari pupuk subsidi. Modal yang dikeluarkan Ikhwan untuk memupuk satu pohon sawit menggunakan pupuk organik sebesar Rp 12.500. Sementara saat masih memakai pupuk subsidi, biaya yang dikeluarkan Ikhwan untuk satu pohon sawit sebesar Rp15 ribu.

Namun ia tak punya pilihan karena jika menggunakan pupuk nonsubsidi, Ikhwan harus merogoh kocek sebesar Rp60 untuk satu batang pohon sawit. 

"Daripada hasil produksi menurun, saya berjuang dengan pupuk organik, dan hasil produksi juga maksimal masih bisa mendapatkan 1 ton sawit dalam satu hektare," ucap pemilik lahan seluas dua hekatare itu.

Beda dengan Cipuk warga Desa Batanghari, Kecamatan Rawa Pitu, Tulang Bawang. Petani sawit swadaya itu masih menggunakan pupuk kimia nonsubsidi. 

"Selagi harga sawit tidak kurang dari Rp1,5 ribu per kilo saya masih menggunakan pupuk kimia nonsubsidi," kata pria 73 tahun yang menggarap kebun sawit seluas 3 hektare ini.

Baca Juga:Lihat 2 Anak Tenggelam di Embung Pemanggilan, Pemancing Ikut Tenggelam saat Melakukan Pertolongan

Perbandingan biaya pemupukan antara pupuk subsidi dan nonsubsidi menurutnya hingga Rp1,5 juta untuk lahan 3 hektare.

"Biaya pupuk subsidi  setiap 4 bulan sekali sebanyak Rp3,5 juta sedangkan pupuk nonsubsidi habis 5 juta," ucap Ciput.

Cipuk sendiri  masih kurang yakin jika harus menggunakan pupuk organik untuk tanaman sawitnya. Ia tak mau ambil risiko tanaman sawitnya rusak gara-gara menggunakan pupuk organik.

"Pupuk organik itu apa bukan pupuk kandang to? Saya takut nyoba-nyoba pupuk kandang takut tanamannya rusak," terangnya.

Meski mengeluarkan biaya lebih besar karena menggunakan pupuk nonsubsidi, Ciput mengaku sejauh masih tetap dapat untung selama harga sawit masih Rp1,5 ribu per kilogram.

Namun jika harga sawit jatuh di bawah Rp1,5 ribu, Ciput memilih tidak akan melakukan pemupukan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini