SuaraLampung.id - Pengamat militer dan intelijen Ridlwan Habib menilai pengamanan KTT G20 di Bali sudah maksmila dari aparat keamanan maupun dari komunitas intelijen.
Menurut Ridlwan, aparat keamanan dan intelijen Indonesia sudah bekerja keras sejak berbulan-bulan lalu menyiapkan KTT G20.
"Mereka sudah total all out," kata Ridlwan dalam keterangannya diterima di Jakarta, Minggu (13/11/2022).
Direktur The Indonesia Intelligence Institute itu menjelaskan kegiatan persiapan intelijen terdiri dari penyelidikan, penggalangan dan pengamanan.
Baca Juga:C20 Berharap Kesetaraan Dalam Penggunaan Dana Penanganan Pandemi
"Tentu tiga kegiatan itu tertutup dan tidak bisa diuraikan secara terbuka. Tapi prinsipnya adalah memastikan KTT G20 aman, lancar, dan megah," kata Ridlwan.
Ridlwan Habib menilai kekhawatiran pihak Rusia terhadap keamanan Presiden Putin untuk menghadiri KTT G20 tentunya begitu berlebihan.
"Mereka mungkin paranoid karena memang sedang dalam situasi perang di Ukraina. Padahal situasinya sangat aman, buktinya Joe Biden dan Xi Jinping akan hadir," kata Ridlwan.
Intelijen Amerika Serikat dan Tiongkok tentu sudah melakukan intelligence assesment terhadap situasi Bali sebelum presiden mereka datang.
"Itu artinya, Bali aman. CIA maupun MSS Tiongkok mengonfirmasi dengan memberikan rekomendasi kepada Presiden Biden dan Xi Jinping untuk datang," katanya pula.
Baca Juga:KTT G20 Jadi Upaya Turunkan Tensi Geopolitik, Moeldoko: Momentum Galang Perdamaian Dunia
Ridlwan menilai persiapan intelijen Indonesia sudah 100 persen. Tentu, lanjutnya, penjuru komunitas intelijen ada di Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal (Purn) Budi Gunawan sebagai Kepala BIN bekerja keras meski senyap.
"Kerja intelijen memang harus senyap, tapi sukses," ujar Ridlwan.
KTT G20 di Bali menjadi ajang pembuktian pada dunia internasional bahwa Indonesia mampu sejajar dengan negara-negara besar dunia. Presiden Jokowi, kata dia, mampu menjadi role model pemimpin yang berhasil di tengah krisis global.
"Event KTT G20 akan jadi salah satu pencapaian bersejarah Indonesia selama puluhan dekade," ujar Ridlwan. (ANTARA)