Seiring perkembangan riset dan sains mutakhir, kata Hasan, otoritas keamanan pangan di berbagai negara mengkhawatirkan residu BPA pada kemasan polikarbonat dan efeknya pada kesehatan manusia.
Di Perancis dan Kanada telah melarang peredaran semua kemasan pangan yang mengandung BPA, setelah sebelumnya sebatas melarang penggunaannya pada kemasan botol bayi, katanya.
Di Indonesia, BPOM mengharuskan produsen pangan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat menaati ambang batas migrasi BPA yang ditetapkan sebesar 0,6 mg/kg.
BPOM mengecek kepatuhan industri atas aturan yang sifatnya self-regulatory tersebut dengan menggelar audit secara rutin.
Hasil pemantauan BPOM per Februari 2022 menyebut level migrasi BPA pada galon guna ulang yang beredar luas di masyarakat serta menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan baik pada sarana produksi maupun distribusi.
"Ini peringatan pertama dari BPOM setelah dalam rentang enam tahun sebelumnya lembaga menyatakan level migrasi BPA pada galon guna ulang masih di bawah ambang batas berbahaya," ujarnya.
Ia menambahkan BPOM juga telah merancang sebuah kebijakan pelabelan risiko BPA pada galon polikarbonat untuk mengantisipasi apa yang digambarkan oleh pejabat lembaga sebagai masalah-masalah kesehatan publik yang mungkin muncul di masa datang.
Dalam rancangan peraturan BPOM, saat ini memasuki fase pengesahan, produsen galon air minum yang menggunakan galon polikarbonat wajib mulai mencantumkan label "Berpotensi Mengandung BPA" kurun tiga tahun sejak peraturan disahkan.
Sementara produsen yang menggunakan kemasan selain polikarbonat diperbolehkan mencantumkan label "Bebas BPA". (ANTARA)
Baca Juga:Makan Buah Jeruk Bisa Bantu Cegah Pertumbuhan Kanker, Ini Sebabnya!
- 1
- 2