Kesaksian Dokter Forensik Beratkan Posisi Kolonel Priyanto, Unsur Pembunuhan Berencana Makin Terang

Oditur Militer Tinggi II Jakarta mendakwa Kolonel Priyanto dengan dakwaan primer Pasal 340

Wakos Reza Gautama
Jum'at, 01 April 2022 | 10:42 WIB
Kesaksian Dokter Forensik Beratkan Posisi Kolonel Priyanto, Unsur Pembunuhan Berencana Makin Terang
Ilustrasi Sidang kasus pembunuhan dua remaja di Nagreg dengan terdakwa Kolonel Infanteri Priyanto. Kesaksian dokter forensik beratkan posisi Kolonel Priyanto dalam kasus pembunuhan sejoli di Nagreg. [Suara.com/Arga]

SuaraLampung.id - Keterangan dokter forensik yang mengautopsi jenazah Handi Saputra, korban penabrakan dan pembunuhan yang melibatkan Kolonel Infanteri Priyanto, mendukung isi dakwaan Oditurat Militer Tinggi II Jakarta terhadap perwira menengah TNI itu.

Persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta, Kamis (31/3/2022), menghadirkan dr. Muhammad Zaenuri Syamsu Hidayat, dokter forensik yang mengautopsi Handi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto, Jawa Tengah.

"Tadi ahli sudah menyatakan bahwa pada waktu (tubuh Handi, red.) dibuang, kondisi korban masih dalam keadaan pingsan," kata Oditur Militer Tinggi II Jakarta yang menjadi penuntut umum saat sidang, Kolonel Sus Wirdel Boy, saat ditemui usai persidangan.

Ia lanjut menyampaikan keterangan ahli itu turut membuktikan dakwaan primer Oditur yang dibacakan pada awal persidangan.

Baca Juga:Ahli Forensik: Peluang Hidup Handi Saputra Besar Jika Tak Dibuang Kolonel Priyanto ke Sungai Serayu

"Ini mendukung, mendukung sekali," kata Wirdel.

Oditur Militer Tinggi II Jakarta mendakwa Priyanto dengan dakwaan primer Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penyertaan pidana, kemudian dakwaan subsider Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Priyanto juga didakwa subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang penculikan jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP, dakwaan subsider kedua Pasal 333 KUHP tentang kejahatan terhadap kemerdekaan orang jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP, dan dakwaan subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang mengubur, menyembunyikan, membawa lari, atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian.

Jika mengacu pada dakwaan primer Oditur, Kolonel Priyanto terancam maksimal hukuman mati, seumur hidup, atau penjara 20 tahun.

Dalam persidangan yang dipimpin oleh Brigjen TNI Faridah Faisal, Kamis, dr. Zaenuri memastikan salah satu korban Handi dibuang ke Sungai Serayu dalam keadaan tidak sadar, tetapi masih hidup.

Baca Juga:Biasa Dipakai Pembunuh Hilangkan Jejak, Ahli Forensik Ungkap Motif Kolonel Priyatno Buang Mayat Sejoli ke Sungai Serayu

Dengan demikian, penyebab tewasnya Handi bukan karena ditabrak mobil, tetapi karena dibuang ke Sungai Serayu dan tenggelam.

Kendaraan yang membawa Kolonel Priyanto bersama dua anak buahnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh, menabrak Handi dan Salsabila di Nagreg, Jawa Barat, pada tanggal 8 Desember 2021.

Namun, Priyanto justru memerintahkan anak buahnya itu untuk mengangkut dua korban dan membuang mereka yang masih dalam keadaan hidup ke Sungai Serayu.

Jasad Handi kemudian ditemukan oleh warga di aliran Sungai Serayu di Banyumas, sementara jenazah Salsabila ditemukan di aliran sungai di daerah Cilacap. Dua jenazah korban ditemukan pada hari yang sama, 11 Desember 2021.

Jenazah Salsabila setelah berhasil diidentifikasi dikembalikan kepada keluarga. Pihak keluarga saat itu menolak autopsi untuk jasad Salsabila.

Jenazah Handi, yang saat ditemukan oleh warga tidak diketahui identitasnya, diautopsi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto pada tanggal 13 Desember 2021. Empat hari kemudian, dokter forensik dan kepolisian berhasil mengidentifikasi identitas Handi setelah profil giginya dicocokkan dengan foto dari keluarga. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini