Secara harfiah, hisab berarti perhitungan. Dalam dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi.
Posisi matahari menjadi penting karena menjadi patokan ummat Islam dalam menentukan masuknya waktu shalat.
Sementara posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender hijriah.
Hal ini penting terutama untuk menentukan awal Ramadhan saat memulai berpuasa, awal Syawal (Idul Fitri), serta awal Dzul Hijjah untuk menentukan saat jamaah haji wuquf di ‘Arafah (9 Dzul Hijjah) dan Idul Adha (10 Dzul Hijjah).
Baca Juga:Gus Baha Ngaku Tidak Pernah Tarawih Genap 30 Hari, Ini Alasannya
Pendapat Gus Baha tentang Rukyat dan Hisab
Umat Islam terkadang dibuat bingung jika terjadi perbedaan hari awal Ramadhan. Mana yang mau diikuti apakah yang menggunakan metode rukyat atau metode hisab?
Kiai NU Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha menerangkan, dalam fiqih Syafiiyah, orang boleh percaya dengan metode hisab. Asal perhitungannya pasti dan disepakati atau konsensus.
"Kalian yang punya tradisi pesantren, jangan menolak hisab. Hisab itu dibenarkan Quran," kata Gus Baha dikutip dari YouTube Ngatur Jiwo.
Namun yang menjadi masalah adalah jika hisab hanya dilakukan satu dua orang. Menurut Gus Baha itu akan menimbulkan kesan subjektivitas. Atau kadang orang itu kurang ahli sehingga salah.
Baca Juga:Viral! Momen Gus Baha Cium Tangan Habib Syech Berkali-kali Bikin Warganet Terharu: Patut Dicontoh
Di sinilah, kata Gus Baha, dibutuhkan konsensus yang disebut Hisab Qot'i. Makanya kata Imam Subuki, kutip Gus Baha, hisab itu boleh diikuti jika sudah konsensus para ahlinya.