SuaraLampung.id - Penyidikan kasus penipuan investasi ilegal Binomo tidak berhenti di Indra Kenz seorang.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri membidik tersangka lain terkait Binomo.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan menyebut, tersangka lain terendus dari transaksi keuangan yang dilakukan oleh Indra Kenz.
“Mengapa kami katakan ada dugaan tersangka lain, karena kami menggandeng dan dibantu rekan-rekan PPATK terkait penelusuran aset, Bappeti, OJK dan Bank Indonesia, di situ ada sejumlah aliran dana ke beberapa orang,” kata Whisnu dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (25/3/2022).
Baca Juga:Bareskrim Pamerkan Mobil Tesla Indra Kenz, Masih Ada Stiker Showroom Rudy Salim
Whisnu belum mengungkap siapa identitas tersangka baru tersebut, termasuk perannya karena masih dalam penyidikan. Namun, ia berjanji akan mengumumkan perkembangan baru penanganan kasus Binomo pekan depan.
“Kami tidak berhenti di sini saja, kami lagi kembangkan terkait tersangka lainnya yang kami duga masih ada dan belum kami tangkap,” ujar Whisnu.
Untuk pertama kalinya penyidik Dittipideksus menampilkan Indra Kenz ke hadapan publik setelah ditangkap dan ditahan pada 25 Februari 2022.
Whisnu memastikan Indra Kenz masih ditahan setelah masa penahanan 20 hari pertama berakhir tanggal 17 Maret 2022. Penyidik memperpanjang masa penahanan sampai 40 hari, yakni tanggal 25 April 2022.
Dalam perkara ini, sebanyak 14 korban telah diperiksa. Berdasarkan berita acara pemeriksaan, korban mengalami kerugian Rp25,6 miliar.
Baca Juga:Awalnya Rudy Salim Melihat Indra Kenz Keren, Akhirnya Ikutan Mengkritik: Suka Pamer Kemewahan
Penyidik telah menyita aset Indra Kenz dengan nominal sementara Rp43,5 miliar dari total aset yang akan disita Rp 57,2 miliar. Aset tersebut berupa kendaraan mewah, sejumlah bangunan, apartemen dan rekening bank.
Indra Kenz dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 45 ayat (2) juncto Pasal 27 ayat 2 dan atau Pasal 45 A ayat (1) juncto 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ancamanya 6 tahun penjara. Selain itu, Pasal 3, Pasal 5, dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman 20 tahun penjara dan maksimal Rp10 miliar, dan Pasal 378 KUHP joncto Pasal 55 KUHP ancaman penjara 4 tahun. (ANTARA)