SuaraLampung.id - Petani kakao di Kabupaten Lampung Timur mulai kembali bergairah setelah terpuruk akibat hama busuk buah. Serangan hama busuk buah di tahun 2011 membuat petani berhenti menanam.
Kini petani kakao di Lampung Timur mulai kembali menyemai benih. Ini dilakukan karena adanya bibit kakao jenis MCC asal Sulawesi yang disebut tahan terhadap hama buah busuk.
Kusmiran, warga Desa Bandaragung, Kecamatan Bandar Sribhawono, melakukan pembibitan kakao jenis MCC untuk di dikomersilkan. Selama satu tahun pria 44 tahun itu sudah menjual 15 ribu bibit kakao asal Sulawesi.
"Saya petani kakao dan berhenti menanam kakao 2011 karena hama busuk buah tidak bisa dikendalikan, tapi saat ini kakao kembali dilirik kembali oleh petani namun bukan kakao lokal melainkan bibit kakao asal Sulawesi," terang Kusmiran saat ditemui di rumahnya, Kamis (21/1/2021).
Baca Juga:Angin Puting Beliung di Lampung Timur, 7 Rumah di Desa Margasari Rusak
Mendapat informasi kakao jenis MCC menjadi incaran petani Lampung Timur, Kusmiran saat itu langsung membuat penangkaran bibit sederhana dengan luas 16 x 44 meter. Ruang pembibitan yang dibuatnya sanggup menampung 20 ribu bibit.
"Saya mulai melakukan pembibitan kakao jenis MCC sejak 2019. Sampai sekarang sudah 15 ribu batang lebih yang terjual, artinya sudah banyak petani yang mencoba menembangkan kembali tanaman coklat ini," ucap Kasmiran.
Sementara itu salah seorang petani kakao bernama Si'is, warga Desa Teluk Dalem, Kecamatan Matarambaru, Lampung Timur, sudah merasakan hasil dari tanaman kakao asal Sulawesi itu.
Saat ini dirinya sudah menanam kakao sebanyak 1,7 ribu batang di atas lahan 2,5 hektare. Diprediksi 70 persen kakao dari Sulawesi itu bisa menghasilkan buah yang maksimal.
"Tanaman kakao saya saat ini sudah berumur 1,8 tahun, dan buahnya cukup maksimal, nanti panen perdana bisa saya lakukan tiga bulan ke depan," ujarnya Kamis (21/1/2022).
Baca Juga:Warga Labuhan Ratu Baru Ditolak RS karena BPJS Mati, Pemuda Desa Inisiatif Galang Dana
Pria 50 tahun itu merupakan petani kakao kawakan, dan sempat berhenti dengan merombak semua tanaman kakaonya pada 2010 karena serangan busuk buah.
Setelah mendengar bibit kakao asal Sulawesi memiliki potensi karena tahan dengan serangan busuk buah maka Si'is melakukan spekulasi dengan bertani kakao kembali.
"Karena dulu saya merasakan benar hasil dari bertani kakao, saat 2006 harga kakao 15 ribu, dalam satu musim saya bisa mendapatkan uang 50 juta," kata dia.
Kontributor: Agus Susanto