SuaraLampung.id - Aipda Gede Sumadia, anggota Polsek Marga Sekampung, Lampung Timur, memiiki kepedulian menghijaukan kawasan hutan Register 38.
Saat ini Aipda Gede Sumadia membina 20 petani di tempatnya tinggal di Desa Sidorejo, Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur, lewat Kelompok Tani Hutan (KTH) Wonosari.
Lewat KTH Wonosari, Aipda Gede Sumadia membina petani untuk mengurangi ketergantungan terhadap tanaman monokultur seperti jagung dan singkong.
Aipda Gede Sumadia mendorong para petani setempat untuk melakukan penanaman tanaman kayu. Salah satunya adalah dengan menanam alpukat.
Baca Juga:Polisi Uzbekistan Dilaporkan Cukur Paksa Jenggot Pria Muslim, Ada Apa?
Selain bisa menghijaukan kawasan Register 38, tanaman kayu seperti alpukat juga memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal itulah yang membuat Aipda Gede menjadikan hal ini sebagai pekerjaan sampingan.
Di sela sela tugas sebagai anggota Polri, pria dua anak tersebut menyempatkan diri melakukan penyemaian alpukat.
"Ini kerjaan sambilan saya, kalau pas tidak tugas ke kantor saya nyemai bibit alpukat. Ternyata laku juga sampai ke luar daerah, seperti di Kabupaten Lampung Barat, Tulang Bawang dan Mesuji. Saya jual satu bibit Rp 20 ribu," kata pria berperawakan tambun, Jumat (26/11/2021).
Gede mendapat ilmu menyambung bibit alpukat dari pencetus varietas alpukat siger satu, di Desa Girimuliyo, Kecamatan Marga Sekampung, yakni Anto Abdul Mutholib.
"Awalnya kenal mas Anto, saya sering ke rumahnya ketika ada pertemuan dengan kelompok tani luar daerah. Saya hadir sebagai anggota Polri Polsek Marga Sekampung," ujarnya.
Baca Juga:Polisi Kembali Tetapkan Satu Orang Pengeroyok Perwira Polisi Saat Demo Ormas PP di DPR
Di pertemuan itu, Aipda Gede mendapat ilmu tentang pembibitan dan wawasan tentang kondisi hutan Register 38.
Gede berinisiatif ingin mengembangkan tanaman jenis kayu di desa nya yakni Desa Sidorejo, Kecamatan Sekampung Udik. Dimulai dari dirinya sendiri. Gede mengubah tanaman palawija di kebunya menjadi tanaman kayu seperti alpukat, kelengkeng, dan matoa.
Di tahun 2019 awal, perlahan Gede mengajak sejumlah petani untuk beralih dari tanaman palawija menjadi tanan kayu (buah). Tujuannya agar kondisi Register 38 kembali hijau.
Berkat kesabarannya, Aipda Gede berhasil mengajak 20 petani untuk diajak bergabung masuk Kelompok Tani Hutan (KTH) yang diberi nama Wonosari.
Lahan 20 anggota lahan yang sudah ditanami tanaman kayu seluas 50 hektare. Gede yakin ke depan akan bertambah lebih luas dan jumlah kelompok akan bertambah.
"Untuk mengajak pola pikir petani untuk beralih tanam harus sabar, tidak serta merta memaksa dan harus ikut, karena mereka (petani) juga memikirkan persoalan hasilnya ke depan," ungkap Gede.
Dari 50 hektare lahan milik 20 petani binaan Gede, tanaman alpukat masih berumur 12 bulan. Artinya petani belum merasakan hasilnya. Saat tanaman berusia 2 tahun petani sudah menikmati hasil.
Momen panen raya nanti menjadi harapan Gede untuk mengajak petani register cinta dengan tanaman kayu, agar ekosistem kawasan hutan lindung terjaga.
"Harapan saya, petani tidak monokultur melakukan tanaman palawija, tapi bisa beralih pada tanaman jenis kayu yang menghasilkan secara ekonomi," ucap pria dua anak itu.
Menurutnya, 50 hekatre dari satu kelompok binaan menjadi uji coba. Jika hasil produksi sesuai dengan yang diinginkan dan harga sesuai dengan yang diharapkan, Gede yakin banyak petani register akan beralih pola tanam.
"Target kami satu pohon minimal bisa menghasilkan 25 kilo alpukat, dan harga minimal Rp 18 ribu per kilo. Saya yakin target itu terealisasi, panen raya perdana kami lakukan awal 2022," ucap Gede.
Kontributor: Agus Susanto