Mengenal Penyakit Trigeminal Neuralgia yang Bisa Mendorong Penderitanya Bunuh Diri

Rasa sakit yang luar biasa akibat penyakit trigeminal neuralgia bisa mendorong pasien bunuh diri

Wakos Reza Gautama
Kamis, 14 Oktober 2021 | 10:53 WIB
Mengenal Penyakit Trigeminal Neuralgia yang Bisa Mendorong Penderitanya Bunuh Diri
Ilustrasi sakit.Mengenal penyakit Trigeminal Neuralgia yang bisa mendorong penderita bunuh diri. [Shutterstock]

Serangan nyeri umumnya berlangsung secara sering dalam waktu singkat (paroksismal), tiba-tiba, intens, dan sangat singkat (kurang dari 1 detik hingga 2 menit). Jumlah serangan juga bervariasi, dari beberapa kali per hari hingga ratusan per hari.

Trigeminal neuralgia terjadi karena adanya sindrom neurovascular compression atau kondisi saat pembuluh darah menempel pada pangkal saraf trigeminal. Denyut pembuluh darah dapat menekan saraf sehingga menimbulkan nyeri.

Ada dua jenis trigeminal neuralgia. Pertama yang primer, yakni tekanan pembuluh darah pada saraf trigeminal atau disebut sindrom kompresi neurovaskular.

Kedua trigeminal sekunder yang bukan disebabkan kompresi pembuluh darah namun terdapat hal-hal lain yang memicunya, seperti tumor, kelainan pembuluh darah bawaan, perlengketan pascaperadangan di kepala, kasus pasca stroke sumbatan, dan kelainan autoimun.

Baca Juga:Mengenal Metode PRFR, Pengobatan Nyeri Wajah Trigeminal Neuralgia Tanpa Operasi

Ia menegaskan tidak ada penyebab tunggal trigeminal neuralgia sebab beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembuluh darah pada dasarnya sudah menempel dengan saraf tetapi tidak menyebabkan nyeri wajah pada kebanyakan orang.

“Tidak ada faktor tunggal yang bisa disimpulkan, tetapi ada beberapa faktor yang saling mendukung terjadinya kelainan ini,” ujarnya.

Mustaqim menyebutkan tipikal personality seperti sangat sensitif, mudah khawatir, dan banyak pikiran, bahkan kondisi hipertensi dapat memicu penderita merasakan nyeri yang hebat karena secara otonom tekanan darah mudah meningkat.

Ia mengatakan angka kejadian trigeminal neuralgia meningkat pada usia 40 tahun ke atas. Seiring bertambahnya usia, dinding pembuluh darah mengalami pengerasan atau kekakuan sehingga tekanan tidak lagi elastis dan muncullah masalah kerusakan pada selaput saraf.

“Tetapi ada juga yang masih muda. Saya pernah bertemu dengan pasien usia 18 tahun dan 20 tahunan. Masalahnya bukan neurovascular, tapi hal yang sekunder misalnya penebalan tulang tengkorak bawaan atau autoimun,” ujarnya. (ANTARA)

Baca Juga:Di Jepang, Kasus Bunuh Diri Pelajar SD hingga SMA Meningkat Selama Pandemi COVID-19

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini