SuaraLampung.id - Penampilan atlet senam ritmik Lampung Sutjiati Kelanaritma Narendra di Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua, menyita perhatian banyak orang.
Di debutnya, atlet senam ritmik Lampung Sutjiati Kelanaritma Narendra meraih dua emas. PON Papua adalah ajang pertandingan nasional pertama dalam kariernya sebagai pesenam ritmik.
Lagu dengan lantunan lembut nan indah mengalun, dara yang genap tujuh belas tahun itu meliukkan tubuhnya bersama keindahan pita yang seolah menari mengikuti irama musik nan apik.
Seketika semua mata di Istora Papua Bangkit tertuju kepada si gadis muda yang semakin terlihat menawan dengan kostum estetik bercorak khas Indonesia, kita mengenalnya sebagai batik.
Baca Juga:Jabar Sabet 9 Emas di Biliar PON XX Papua
Anggun dan elegan adalah padanan kata yang tepat menggambarkan penampilan sang perempuan belia nan menarik.
Dia adalah Sutjiati Kelanaritma Narendra, atlet muda yang memulai debutnya dalam ajang istimewa PON XX Papua.
Hadir sebagai penampil terakhir dalam kompetisi olahraga senam ritmik, Sutji menutup penampilannya dengan pose cantik.
Tak lama sorak sorai pun memecah keheningan dari bangku para penonton usai terpana pada pesona sang atlet yang terlihat bak dewi.
Tepuk tangan penonton semakin riuh usai hasil yang didapatkan Sutji terpampang di layar elektronik menunjukkan sang olahragawan mencapai nilai tertinggi dibandingkan dengan kontestan-kontestan lainnya.
Baca Juga:Rekap Pertandingan PON Papua, Jumat 8 Oktober: Persaingan Juara Umum Makin Sengit
Dalam senam ritmik nomor pita, Sutji meraih nilai akhir 16.500 untuk mengungguli tujuh atlet lainnya.
Penampilan memukau itu mengantarkan dia meraih penghargaan tertinggi dalam kompetisi akhir nomor pita yang mempertinggi prestasi provinsi Lampung.
Sang rookie langsung menjadi primadona baru dalam ajang PON di Bumi Cendrawasih ini.
“I am so speechless, euforianya sangat luar biasa. Saya bersyukur untuk itu,” kata Sutji dengan sumringah saat mengungkapkan kebahagiaan meraih dua medali emas dalam debutnya ini dikutip dari ANTARA.
Cinta pandang pertama
Usaha dan kerja keras menjadikan senam ritmik sebagai jalan hidup Sutji dimulai dari cinta pada pandangan pertama.
Kecintaannya kepada senam ritmik dimulai saat dia masih gadis cilik berusia 8 tahun yang tinggal di Negeri Paman Sam. Kala itu dia menyaksikan para pesenam ritmik beraksi dengan cantik di atas arena senam saat Olimpiade 2012 dihelat di London.
Ia langsung berterus terang kepada kedua orang tuanya, Andy dan Christina Narendra, bahwa dia mencintai senam ritmik dan ingin menyelami hubungan serius dengan salah satu cabang dari ibunya olahraga itu.
Restu dari kedua orang tuanya itu akhirnya mengantarakan Sutji memulai hidup baru bersama senam ritmik.
Setahun berusaha mengenali dan mendalami senam ritmik, Sutji akhirnya memulai petualangan baru dengan mengikuti kompetisi untuk menguji kemampuannya.
Dia pun terus maju mengarungi kompetisi demi kompetisi di benua Amerika bahkan hingga benua Eropa, keterampilannya pun semakin terasah dan kian matang.
Berkat kecakapannya dalam bersenam ritmik tingkat mancanegara itu, Sutji pernah menjadi bagian dari tim nasional Amerika.
Namun pada 2017, dia terpanggil menjalani jenjang yang lebih tinggi.
Sutji pun bersama keluarganya memutuskan memulai babak baru dengan pergi ke kampung halaman ayahnya, Indonesia.
Tepatnya di Lampung, Sutji menambatkan hatinya di Indonesia, memulai karir profesionalnya sebagai atlet senam demi membela Bumi Pertiwi.
Pelatih senam ritmik Lampung Yuli Yanti melihat dengan cermat bahwa Sutji adalah bibit unggul yang bisa tumbuh di Indonesia, mekar dan memesona dunia.
Tanpa butuh waktu berlama-lama, dengan mudah Sutji pun menjalani beragam latihan yang disiapkan Yuli Yanti.
“Dia anaknya easy going, dalam satu minggu sudah bisa beradaptasi dengan mudah. Saya pun bisa bicara Bahasa Inggris jadi tidak terkendala bahasa. It’s easy, dia anak yang tidak neko neko. Apapun program yang disiapkan, dimakan sama dia untuk latihannya,” ujar Yuli menjelaskan kemampuan Sutji.
Betul saja, dalam waktu empat tahun terakhir bersama pelatihan yang diberikan oleh tim senam ritmik Lampung karir Sutji semakin melejit.
Perlombaan kelas-kelas dunia dengan getol diikuti Sutji bersama tim Lampung, baik kemenangan maupun kekalahan semakin menguatkan kesiapan Sutji untuk bisa menghadapi ajang nasional PON Papua sebagai PON perdananya.
Tebar Pesona di PON Papua
Meski sudah sering mengikuti ajang kompetisi kelas dunia, rupanya Sutji merasa suasana dalam PON Papua lebih membuatnya semangat untuk bertanding.
Semangat namun gugup, senang disertai tegang bercampur jadi satu.
Baginya PON Papua menjadi ajang pembuktian untuk menunjukkan keseriusannya dalam menjadi bagian penting ajang olahraga kenamaan di nusantara itu.
“Meski saya sudah sering ikut ajang internasional, lebih menegangkan di ajang ini (PON). Meski ada di kelas nasional, namun euforia di dalam gedung begitu kuat,” kata Sutji.
Beruntung perempuan muda itu berhasil menaklukkan rasa takut dan mengubahnya jadi keberanian, itu mendorong dirinya tampil dengan elok di arena pertandingan menyenangkan hati para penonton dan juri.
Terbukti ia berhasil menyabet medali perak nomor perorangan serba bisa dengan selisih tipis dari atlet senior Nabila Evandestiera asal DKI Jakarta pada hari pertama, serta dua emas pada hari kedua dari nomor bola dan pita.
Menariknya, untuk penampilan dalam nomor pita, rupanya Sutji memang ingin mempersembahkan penampilan yang bertemakan Indonesia.
Dia ingin penampilannya bisa menyentuh hati para penonton tak hanya di lokasi laga tapi juga seluruh masyarakat dari Sabang hingga Merauke.
Untuk itu pelatih Yuli Yanti menyetujui ide anak binaannya itu dan mencoba mewujudkannya dalam gerakan ritmik yang indah.
“Dia itu memang memilih konsep Indonesia untuk nomor pitanya. Jadi kami coba angkat itu di kostumnya, musiknya juga yang bisa menggambarkan Indonesia. Setelah itu saya aplikasikan itu ke tariannya dia sehingga saling terhubung dan terbukti dia bisa bagus dan seninya juga dapat,” kata Yuli.
Batik yang menjadi warisan budaya Indonesia pun akhirnya dipilih Sutji untuk melengkapi keindahan kostumnya, sementara dari sisi musik dia memilih lagu berirama lembut dan berbeda dari lagu-lagu pilihan kontestan lainnya yang berirama cepat dan riang.
Tampil beda dari dominasi memang terasa tak terlalu nyaman karena bagi individu dia akan tampak menonjol, namun bagi Sutji cara itu menjadikannya unik dalam kompetisi akhir senam ritmik nomor pita.
Gebrakan yang dibuat Sutji itu akhirnya berbuah manis karena mengantarkannya merebut emas kedua dengan cara yang menawan.
Prestasi cemerlang lewat penampilannya yang memesona pada PON Papua itu, membuat Sutji semakin yakin dan bersemangat membela Indonesia dalam ajang internasional.
“Saya akan bersiap untuk SEA Games tahun depan, dan tentunya hanya ingin memberikan yang terbaik,” tutup Sutji.
Semoga tak hanya dalam ajang PON Papua Sutji bisa tampil memesona. Saatnya nanti ketika Sutji tampil membela Indonesia di tingkat dunia dia bisa lebih mengharumkan nama bangsa. (ANTARA)