SuaraLampung.id - Jenderal Benny Moerdani dikenal sebagai Jenderal Anti Islam. Tuduhan ini menguak ketika pecahnya tragedi Tanjung Priok di tahun 1984.
Ratusan umat Islam tewas ditembaki aparat TNI. Panglima TNI saat itu dijabat Jenderal Benny Moerdani.
Sentimen agama muncul karena Benny adalah seorang beragama Katolik.
Benny dianggap sebagai orang yang paling bertanggungjawab dalam pembantaian umat Islam di Tanjung Priok.
Baca Juga:Oknum Militer Daerah Tilep Dana Siswa Untuk Kepentingan Pribadi, Jenderal Andika Murka
Dalam buku biografi Benny Moerdani yang berjudul "Benny Moerdani Profil Prajurit Negarawan" karya Julius Poor, Sang Jenderal membantah adanya motif agama di balik Peristiwa Tanjung Priok.
Tudingan Benny sebagai anti Islam makin terlihat dari beberapa kebijakannya di internal TNI. Di masa Benny menjadi Panglima TNI, perwira berlatar belakang santri sulit dapat jabatan.
Dikutip dari Buku "Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto" karya Salim Said, Benny membantah dirinya anti Islam.
Menurut Salim Said, saat ditanya mengenai dirinya anti Islam, muka Benny Moerdani memerah. Benny terdiam cukup lama.
Melihat raut wajah Benny Moerdani, Salim mengaku ketakutan.
Baca Juga:Buntut Turun ke Jalan Pakai Bikini, Dinar Candy Terancam Pidana 10 Tahun Penjara
"Kok saya yang dituduh anti Islam. Soeharto itu yang anti Islam," tegas Benny Moerdani kepada Salim Said.
Benny Moerdani Keturunan Islam
Benny memiliki seorang sahabat beragama Islam. Dia adalah Adnan Ganto. Adnan Ganto adalah penasehat ekonomi Jenderal Benny Moerdani ketika menjadi Menteri Pertahanan.
Adnan adalah seorang muslim taat. Ini karena dia berdarah Aceh.
Di dalam buku berjudul "Keputusan Sulit Adnan Ganto", Adnan mengungkap fakta mengenai Benny Moerdani.
Menurutnya, latar belakang keluarga Benny dekat dengan Islam. Ayah Benny adalah orang Jawa yang kemudian pindah ke Bima, NTB.
Ayah Benny adalah seorang guru agama Islam dan seorang haji. Agama Katolik Benny menurun dari ibunya yang merupakan keturunan Jerman.
Di tahun 80 an, Benny mengajak Adnan ziarah ke makam orang tua Benny di Solo, Jawa Tengah.
Saat berada di pusara ibunya, Benny memberi pesan mengejutkan ke Adnan. Benny meminta ketika kelak ia meninggal dikafankan dan dimandikan secara Islam.
“Nan, saya kasih tahu kamu ya, siapa tahu kamu lihat saya pada saat saya meninggal.
Tolong kamu atur, supaya saya dimandikan secara Islam. Dikafani,” ujar Benny dikutip dari buku "Keputusan Sulit Adnan Ganto".
“Bapak kan Jenderal bintang empat. Saya tinggal di Singapura,” jawab Adnan.
“Pokoknya kamu sampaikan pesanku,” desak Benny.
Sebulan kemudian, Adnan bertandang ke rumah Benny di Simprug, Jakarta Selatan. Disitu, Adnan meminta izin untuk menyampaikan pesan Benny saat ziarah ke istri Benny, Hartini.
“Pak boleh nggak, saya bicara yang pernah Pak Benny sampaikan di kuburan kepada Bu Tini?” tanya Adnan.
“Boleh, Kenapa?” tanya balik Benny Moerdani.
“Kalau saya ngomong pas Bapak meninggal, enggak ada saksinya,” kata Adnan.
“Iya kamu ngomonglah,” Benny mempersilakan.
Adnan lalu menyampaikan pesan Benny yang minta dimakamkan secara Islam kepada Hartini.
“Terserah Benny lah,” jawab Hartini, istri Benny.
Benny malah menambahi pesannya.
“Kalau saya dikafani secara Islam, kamu baca Yasin, Kalau Tina ada, dia baca syahadat 25 kali,” pesan Benny.
Tina adalah Agustina, istri Adnan.
Detik-detik Wafatnya Benny Moerdani
Tiga hari sebelum Benny meninggal, Adnan mendapat telepon dari Ria, putri Benny. Ria meminta Adnan yang berada di New York untuk segera ke Jakarta mengingat ada pesan dari ayahnya ke Adnan.
“Papa dalam keadaan kritis om,” ujar Ria kepada Adnan.
Adnan dan istrinya tiba di Jakarta dua hari sebelum Benny meninggal.
Sampai di RSPAD, Adnan dan istrinya terus membaca Yasin dan syahadat di telinga Benny. Beberapa jam sebelum Benny meninggal, Wapres Try Sutrisno datang menjenguk.
Try Sutrisno kaget melihat Adnan dan istrinya membaca Yasin dan syahadat di kamar Benny dirawat.
Try Sutrisno lalu meminta izin ke istri Benny agar Tina tetap diperbolehkan membaca Yasin.
Hartini, memperbolehkan Tina membaca Yasin. Adnan dan Tina terus membacakan syahadat di telinga Benny hingga akhirnya Benny meninggal.
Sesaat Benny meninggal, datang Laksamana Widodo AS dan seorang pastor. Pastor yang melihat jenazah Benny sudah dikafani, meminta agar kain kafannya dibuka.
“Ini amanat,” ujar Hartini berusaha menjelaskan ke pastor.
“Oh ya? Dikafani?” tanya pastor.
“Dikafani dan dimandikan secara Islam,” tutur Hartini lagi.
“Bukan pakai celana dan jas ya?” tanya balik pastor.
Hartini terdiam. Widodo AS lalu mencoba membantu memberi penjelasan ke pastor.
“Pastor, ini permintaan beliau,” ujar Widodo AS.
Pastor itu tetap pada pendiriannya. Hartini pasrah.
“Adnan, ya sudahlah. Yang penting kita sudah mandikan secara Islam,” kata Hartini ke Adnan.
Akhirnya kain kafan yang sudah membalut tubuh Benny dilepas, diganti dengan pakaian dinas militer.
Jenazah Benny dimasukkan ke peti jenazah dan dimakamkan di TMP Kalibata secara Katolik, sesuai dengan agama di KTP Benny.