Ikatan Dokter Anak Tolak Pembelajaran Tatap Muka

Bagi IDAI pembelajaran tatap muka belum bisa dilakukan seiring meningkatnya penyebaran Covid-19 di tanah air.

Wakos Reza Gautama
Rabu, 28 April 2021 | 16:15 WIB
Ikatan Dokter Anak Tolak Pembelajaran Tatap Muka
Ilustrasi Pembelajaran tatap muka sekolah. Ikatan Dokter Anak Indonesia tolak rencana pembelajaran tatap muka di sekolah. [Foto: Suarajatimpost]

SuaraLampung.id - Rencana pemerintah bakal menggela pembelajaran tatap muka di bulan Juli mendapat tentangan dari Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Bagi IDAI pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah belum bisa dilakukan seiring meningkatnya penyebaran Covid-19 di tanah air.

Dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Rabu (28/4/2201), Ketua Umum PP IDAI Prof Dr dr Aman B Pulungan SpA(K) menyatakan persyaratan untuk dibukanya kembali sekolah adalah terkendalinya transmisi lokal yang ditandai angka positif yang kurang dari lima persen dan menurunnya tingkat kematian.

Jika sekolah tatap muka tetap dimulai, maka pihak penyelenggara harus menyiapkan blended learning, anak dan orang tua diberi kebebasan memilih metode pembelajaran luring atau daring.

Baca Juga:Ikatan Dokter Anak Indonesia Tak Setuju Pembukaan Sekolah, Ini Alasannya

Anak yang belajar secara luring maupun daring harus memiliki hak dan perlakuan yang sama.

“Mengingat prediksi jangka waktu pandemi Covid-19 yang masih belum ditentukan, maka guru dan sekolah hendaknya mencari inovasi baru dalam proses belajar mengajar, misalnya memanfaatkan belajar di ruang terbuka seperti taman, lapangan atau sekolah di alam terbuka,” kata dia dilansir dari ANTARA.

Sementara pihak guru dan tenaga kependidikan yang berhubungan dengan anak dan orang tua atau pengasuh harus sudah divaksin. Lalu buat kelompok belajar kecil yang berinteraksi secara terbatas di sekolah, tujuannya jika ada kasus konfirmasi maka penelusuran kontak dapat dilakukan secara efisien.

Jam masuk dan pulang bertahap untuk menghindari penumpukan siswa dan penjagaan gerbang dan pengawasan harus disiplin untuk menghindari kerumunan di gerbang sekolah.

Sekolah perlu membuat pemetaan risiko adakah siswa dengan komorbid, orangtua siswa dengan komorbid, atau tinggal bersama lansia maupun guru dengan komorbid serta kondisi kesehatan atau medis anak.

Baca Juga:Akhir Mei Balikpapan Ingin Gelar PTM, Pernyataan Isran Noor Dipertimbangkan

Anak dengan komorbiditas atau penyakit kronik sebaiknya tetap belajar secara daring. Contoh komorbiditas: diabetes melitus, penyakit jantung, keganasan, penyakit autoiumun, HIV, penyakit ginjal kronik, penyakit paru kronik, obesitas, sindrom tertentu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini