Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Selasa, 12 September 2023 | 15:01 WIB
Ilustrasi monumen pertempuran Lengkong. Paman Prabowo Subianto menjadi korban dalam pertempuran di Lengkong pada 24 Januari 1946. [Wikipedia]

SuaraLampung.id - Pertempuran tentara Indonesia melawan pasukan Jepang di Lengkong, Banten, pada 25 Januari 1946, menewaskan 36 prajurit Indonesia.

Dua di antaranya adalah paman Prabowo Subianto yaitu Lettu Soebianto dan Taruna Soejono.Kabar kematian ini sampai ke telinga Margono Djojohadikusumo, ayah Soebianto dan Soejono, yang merupakan kakek Prabowo.

Margono sangat terpukul mendengar kabar dua anaknya menjadi korban dalam pertempuran di Lengkong. Saat itu Kemal Idris bertemu Margono di depan Hotel Merdeka, Yogyakarta.

“Saya baru saja dapat kabar ada kejadian di Lengkong,” ujar Margono dengan wajah tegang dikutip dari buku "Kemal Idris: Bertarung Dalam Revolusi."

Baca Juga: Asal Usul Lagu Halo Halo Bandung Ciptaan Ismail Marzuki, Diduga Dijiplak Jadi Hello Kuala Lumpur

Kemal Idris tak mengerti maksud perkataaan Margono. “Maksud pak Margono?” tanya Kemal Idris bingung.

“Banyak taruna AMT yang tewas bertempur dengan Jepang di Lengkong. Daan Mogot tewas. Saya khawatir diantara yang tewas itu ada anak saya,” jelas Margono.

Kemal yang mendengar kabar itu tertunduk lesu. Ia sangat terpukul atas kepergian Daan Mogot. Daan Mogot adalah sahabat Kemal Idris. Mendengar kabar duka itu, Kemal langsung izin ke Tangerang.

Peristiwa pemakaman berlangsung haru. Haji Agus Salim ikut hadir dalam pemakaman itu karena anaknya seorang taruna bernama Sjewket Salim ikut menjadi korban.

Margono juga tampak hadir di pemakaman yang menguburkan dua anaknya sekaligus. Saat akan menguburkan jenazah para korban, ditemukan buku catatan di jenazah Lettu Soebianto.

Baca Juga: Peristiwa Lengkong, Gugurnya Dua Paman Prabowo Subianto dalam Pertempuran dengan Jepang

Buku catatan itu ditemukan di dalam saku pakaiannya. Buku catatan itu berisi seuntai sajak menyayat hati. Sajak itu tertulis dalam bahasa Belanda karya Henriette Roland Host, seorang penyair Belanda.

Sajak itu kemudian diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh wartawan Rosihan Anwar. Berikut isi sajak tersebut

Kami bukan pembina candi
Kami hanya pengangkut batu
Kamilah angkatan yang mesti musnah
Agar menjelma angkatan baru
Di atas kuburan kami telah sempurna

Sajak itu kini terukir di pintu gerbang Taman Makam Pahlawan Taruna di Tangerang. Di bekas lokasi pertempuran Lengkong itu, berdiri Monumen Lengkong sejak 1993.

Berdasarkan perintah Kepala Staf Angkatan Darat, Ryamizard Ryacudu, tanggal 25 Januari dijadikan Hari Bakti Taruna Akademi Militer Magelang.

Kini bagi taruna yang akan diangkat menjadi perwira, mesti mengunjungi Taman Makam Pahlawan Taruna di Tangerang. Taruna Akabri sering melakukan renungan suci di sana.

Load More