Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Rabu, 19 Oktober 2022 | 19:39 WIB
Ilustrasi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej. Wamenkumham Edward Omar menjelaskan alasan mengenai sanksi pidana jika tidak memberitahukan kegiatan demo ke polisi. [ANTARA/HO-Humas Kemenkumham]

SuaraLampung.id - Dalam RKUHP ada aturan pidana bagi pihak yang tidak memberitahukan rencana aksi demonstrasi kepada pihak berwenang.

Menurut Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, aturan ini bertujuan menjaga ketertiban umum.

"Siapa pun yang akan melakukan demonstrasi atau unjuk rasa, mengapa dia harus memberi tahu kepada polisi? Ini bukan soal pembatasan. Itu dimuat di bawah bab tentang ketertiban umum. Itu untuk apa? Untuk menjaga ketertiban umum," ujarnya dalam kegiatan "Kumham Goes to Campus" di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu, dengan agenda utama menyosialisasikan RKUHP kepada civitas academica di Unhas.

Hal tersebut dia sampaikan untuk menjawab pertanyaan dari salah satu mahasiswa Fakultas Peternakan Unhas, yakni Irsan Saputra yang mempertanyakan kemungkinan aturan mengenai demonstrasi yang dimuat dalam Pasal 256 RKUHP dapat membatasi hak mahasiswa dalam menyuarakan pendapat.

Baca Juga: LPD Ambengan Rugi 1,9 Miliar, Jaksa Terima Pelimpahan Tersangka Ida Ayu Nyoman Kartini

Pasal 256 RKUHP menyebutkan bahwa setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Ia menyampaikan salah satu contoh keamanan dan ketertiban umum yang dapat dijaga apabila pihak berwenang, dalam hal ini polisi, diberitahu mengenai rencana demonstrasi.

Ia mengatakan dengan diberitahu mengenai rencana demonstrasi, maka para polisi bisa mengatur arus lalu lintas sehingga pihak lain, selain peserta demonstrasi, tidak terganggu oleh kegiatan yang kerap memicu kerumunan orang memadati jalan.

"(Jika tidak diberitahu) Seandainya, ibu Anda sedang sakit parah. Kemudian, akan melewati jalan, namun terhalang demonstrasi saat di dalam ambulans. Terus, tiba-tiba meninggal dunia karena terhalang oleh demonstrasi. Kira-kira menurut Anda bagaimana? Apa yang saya ingin katakan sama sekali bukan membatasi, tetapi polisi diberi tahu itu supaya dia bisa mengatur arus lalu lintas," jelas dia.

Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini mengingatkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk mengeluarkan pendapat. Namun, setiap orang harus mengingat pentingnya untuk tidak mengganggu hak orang lain. (ANTARA)

Baca Juga: Tamparan Keras Untuk Kejari Bogor, Belum Selesai Kasus Sumardi, Kini Kalah Praperadilan Oleh SMK Generasi Mandiri

Load More