Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Kamis, 15 September 2022 | 07:10 WIB
Ilustrasi AH Nasution. Peristiwa 17 Oktober 1952 merupakan konflik politisi sipil dan militer yang berujung pengepungan Istana. [Suara.com/Kurniawan Mas'ud]

Campur Tangan Parlemen

Parlemen yang mendapat surat tembusan Kolonel Bambang Supeno, meresponnya. Parlemen mengadakan rapat khusus mengenai surat Kolonel Bambang Supeno.

Sampai akhirnya ada tiga mosi yang diajukan di dalam parlemen dalam menyikapi surat Kolonel Bambang Supeno.

Mosi pertama yaitu Mosi Zainul Baharuddin Ir Sukiman. Mosi kedua adalah mosi IJ Kasimo dari Partai Katolik dan M Natsir dari Partai Masyumi. Mosi ketiga adalah mosi Manaai Sophiaan dari PNI.

Baca Juga: Sayangkan Effendi Simbolon Minta Maaf ke TNI, ISESS: Pernyataan Itu Disampaikan Dalam Forum Resmi DPR

Setelah diadakan voting, parlemen memenangkan mosi Manai Sophiaan. Isi mosi itu adalah mengakhiri Misi Militer Belanda, melakukan perubahan di pimpinan TNI dan menyusun UU Pokok Pertahanan.

Mosi Manaai Sophiaan ini membuat para petinggi TNI berang. Mereka tak terima dengan tindakan parlemen yang mengeluarkan mosi tersebut.

Bagi para pimpinan TNI, itu adalah bentuk campur tangan parlemen terhadap militer dan intern AD.

Pimpinan TNI AD lalu menggelar pertemuan yang mengundang semua Panglima Teritorium pada 16 Oktober 1952. Pada pertemuan itu para pimpina AD membuat surat berisi tuntutan ke Presiden Soekarno.

Salah satu isi dari surat tuntutan itu adalah meminta Presiden membubarkan Parlemen. Tidak hanya itu para pimpinan TNI AD juga merencanakan aksi demonstrasi melibatkan warga sipil.

Baca Juga: ISESS: Perlu Peran Pimpinan TNI Meredam Reaksi Prajurit Terhadap Effendi Simbolon

Para pimpinan AD ini lalu membuat daftar 30 anggota parlemen yang akan ditangkap. Salah satunya adalah Manaai Sophiaan.

Load More