Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Kamis, 12 Mei 2022 | 10:21 WIB
Ilustrasi Siti Nadia Tarmizi. Kemenkes sebut hepatitis akut misterius tidak berpotensi menjadi pandemi. [Youtube/KementerianKesehatanRI]

SuaraLampung.id - Penyakit hepatitis akut misterius tidak berpeluang menjadi pandemi sebab sebaran kasus secara global bergerak lambat.

Hal ini melihat dari perkembangan penyebaran jumlah kasus hepatitis akut misterius yang hanya terjadi di beberapa negara.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenekes) dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan penyakit hepatitis akut misterius sampai saat ini baru terjadi di enam negara.

"Tidak berpeluang pandemi jika melihat perkembangan jumlah kasus dan sampai saat ini hanya enam negara yang melaporkan hepatitis akut dengan jumlah kasus lebih dari enam pasien," katanya saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (11/5/2022).

Baca Juga: Selama Pandemi, Ada 1.798 Pasien Covid-19 Meninggal Dunia di RSUD Cibinong Bogor

Ia mengatakan bahwa seluruh kasus tersebut bersifat "probable" hepatitis akut misterius.

"Sementara total kasus probable hepatitis akut secara global berjumlah 348 dengan 70 kasus tambahan yang masih dalam penyelidikan," kata Siti Nadia Tarmizi.

Dikonfirmasi terpisah, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan kemungkinan hepatitis akut menjadi pandemi perlu melalui kajian pendahuluan WHO.

"Tentang kemungkinan penyakit apapun jadi pandemi, maka akan melalui proses ditentukan dulu sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)," katanya.

Ia mengatakan PHEIC akan mengukur sejumlah barometer status pandemi di antaranya sebaran penyakit lintas benua, menimbulkan masalah kesehatan yang berarti serta merupakan jenis penyakit yang baru.

Baca Juga: Pemkot Malang Telah Menyiapkan Skema Penanganan Hepatitis Akut Misterius

"Lalu sesudah itu dilihat lagi perkembangannya, kalau terus meluas maka baru akan disebut pandemi," katanya.

Kalau melihat pengalaman COVID-19, kata dia, pertama kali dilaporkan WHO pada 5 Januari 2020, dinyatakan PHEIC 31 Januari 2020 dan pandemi pada 11 Maret 2020.

Terkait 15 kasus dugaan hepatitis akut di Indonesia, ia mengatakan perlu dijelaskan apakah kasus itu termasuk klasifikasi WHO "probable", "epi-linked" atau masih "pending" yang memerlukan investigasi lebih lanjut.

"Setidaknya akan baik kalau disebutkan bagaimana hasil pemeriksaan virus hepatitis A sampai E pada 15 kasus itu," katanya.

Ia juga mendorong hasil tes laboratorium terkait kemungkinan adanya virus lain, seperti SARS-COV-2, Adenovirus, Epstein Barr dan lainnya, atau mungkin juga toksin dan ada tidaknya autoimun.

"Kalau memang sudah ada 15 kasus maka tentu sudah dilakukan Penyelidikan Epidemiologis (PE) mendalam sehingga pola penularan dapat mulai diidentifikasi, baik antar kasus maupun juga dengan lingkungan dan lainnya," demikian Tjandra Yoga Aditama. (ANTARA)

Load More