SuaraLampung.id - Umat Islam sebentar lagi akan memasuki bulan suci Ramadhan 1443 Hijriah. Dalam penentuan 1 Ramadhan ada cara berbeda yang ditempuh ormas Islam di Indonesia.
Misal Ormas Nahdlatul Ulama (NU) dan pemerintah menggunakan metode rukyat. Sementara Muhammadiyah menggunakan metode hisab dalam menentukan awal Ramadhan.
Perbedaan metodologi ini kerap menimbulkan perbedaan mengenai penentuan awal Ramadhan.
Pengertian Rukyat
Dikutip dari web Mahkamah Syariah Aceh, rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya Ijtima’ (konjungsi).
Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.
Rukyat dilakukan setelah matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah matahari terbenam (maqhrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibandingkan dengan cahaya matahari, serta ukurannya sangat tipis.
Apabila hilal terlihat, maka pada petang (magrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru hijriah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai magrib hari berikutnya.
Pengertian Hisab
Baca Juga: Gus Baha Ngaku Tidak Pernah Tarawih Genap 30 Hari, Ini Alasannya
Dikutip dari web Mahkamah Syariah Aceh, hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender hijriah.
Secara harfiah, hisab berarti perhitungan. Dalam dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi.
Posisi matahari menjadi penting karena menjadi patokan ummat Islam dalam menentukan masuknya waktu shalat.
Sementara posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender hijriah.
Hal ini penting terutama untuk menentukan awal Ramadhan saat memulai berpuasa, awal Syawal (Idul Fitri), serta awal Dzul Hijjah untuk menentukan saat jamaah haji wuquf di ‘Arafah (9 Dzul Hijjah) dan Idul Adha (10 Dzul Hijjah).
Pendapat Gus Baha tentang Rukyat dan Hisab
Umat Islam terkadang dibuat bingung jika terjadi perbedaan hari awal Ramadhan. Mana yang mau diikuti apakah yang menggunakan metode rukyat atau metode hisab?
Kiai NU Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha menerangkan, dalam fiqih Syafiiyah, orang boleh percaya dengan metode hisab. Asal perhitungannya pasti dan disepakati atau konsensus.
"Kalian yang punya tradisi pesantren, jangan menolak hisab. Hisab itu dibenarkan Quran," kata Gus Baha dikutip dari YouTube Ngatur Jiwo.
Namun yang menjadi masalah adalah jika hisab hanya dilakukan satu dua orang. Menurut Gus Baha itu akan menimbulkan kesan subjektivitas. Atau kadang orang itu kurang ahli sehingga salah.
Di sinilah, kata Gus Baha, dibutuhkan konsensus yang disebut Hisab Qot'i. Makanya kata Imam Subuki, kutip Gus Baha, hisab itu boleh diikuti jika sudah konsensus para ahlinya.
"Tapi kadang kelirunya orang-orang NU kadang anti hisab. Padahal hisab disebut dalam Quran," ujar dia.
Memang kata Gus Baha, Nabi Muhammad SAW bersabda berpuasalah saat melihat hilal dan berbukalah saat melihat hilal.
"Rukyat itu penting. Tapi itu tadi, rukyat yang tidak berbeda dengan hisab. Jadi sama-sama," ucapnya.
Gus Baha mengingatkan jangan sampai perbedaan metodelogi ini menimbulkan dikotomi di kalangan umat Islam.
"Tapi kalian jangan buat dikotomi NU itu rukyat, Muhammadiyah hisab. Yang mengatakan itu siapa. Tidak ada orang alim berkata begitu," pesan Gus Baha.
Bagaimana jika terjadi perbedaan antara rukyat dan hisab? Gus Baha mengaku bulan itu ada burujnya sehingga bisa dihitung.
Gus Baha lalu mengutip perkataan Imam Ghazali mengenai ilmu hisab di Kitab Ihya "Bagaimana anda tidak percaya hisab? Hisab itu bahkan bisa menghitung berapa lama gerhana terjadi dan di sisi mana gerhana terjadi".
Menurut Gus Baha, ilmu hisab bisa menghitung menit mengapa menghitung hari tidak dipercaya. Ia mencontohkan saat gerhana, orang-orang tidak menunggu rukyat untuk menunaikan salat gerhana.
"Lebih percaya mana? Hisab atau rukyat? Hisab kan?" kata Gus Baha.
Menurut Gus Baha, hisab itu permanen bahkan bisa menghitung 100 tahun ke depan karena posisi bulan itu konsisten sampai hari kiamat terjadi.
Jika ada hisab keliru, menurut Gus Baha mungkin saja terjadi karena faktor orangnya. Namun bukan berarti membuat umat Islam menjadi anti hisab.
Berita Terkait
Terpopuler
- Tahta Bambang Pacul di Jateng Runtuh Usai 'Sentilan' Pedas Megawati
- Putrinya Bukan Darah Daging Ridwan Kamil, Lisa Mariana: Berarti Anak Tuyul
- 5 Sepatu Onitsuka Tiger Terbaik untuk Jalan Kaki Seharian: Anti Pegal dan Tetap Stylish
- Bukan Dean Zandbergen, Penyerang Keturunan Ini akan Dampingi Miliano Jonathans di Timnas Indonesia?
- Elkan Baggott Curhat ke Jordi Amat: Saya Harus Seperti Apa?
Pilihan
-
Anggaran MBG vs BPJS Kesehatan: Analisis Alokasi Jumbo Pemerintah di RAPBN 2026
-
Sri Mulyani Disebut Pihak yang Restui Tunjangan Rumah DPR Rp50 Juta Per Bulan
-
Sri Mulyani Berencana Naikkan Iuran BPJS Kesehatan 4 Bulan Lagi
-
Viral Noel Ebenezer Sebut Prabowo Ancaman Demokrasi dan Kemanusiaan
-
Naturalisasi PSSI Belum Rampung, Miliano Jonathans Dipanggil Timnas Belanda
Terkini
-
Wasit Beri Penalti, Bhayangkara FC Gigit Jari: Munster: Seharusnya Kami Bawa Poin!
-
Drama Kanjuruhan! Gol Penalti Injury Time Kubur Mimpi Bhayangkara FC di Malang
-
Kasus Bayi Alesha: RSUDAM Lampung Akui Kesalahan, Ombudsman Pantau Ketat Perbaikan Layanan
-
Dokter RSUDAM Lampung Kena Sanksi Jual Beli Alat Kesehatan ke Pasien BPJS
-
Tragedi Kebun Singkong di Lampung Utara: Nyawa Anita Melayang di Tangan Suaminya Sendiri