Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Rabu, 12 Januari 2022 | 10:19 WIB
Ilustrasi Pasien COVID-19 Omicron di AS Membludak. Muncul wacana untuk memulai endemi COVID-19 dengan tersebarnya Omicron. [VOA Indonesia]

SuaraLampung.id - Varian Omicron memiliki tingkat penyebaran lebih cepat dibanding varian COVID-19 lain seperti delta misalnya. Namun penderita Omicron tidak mengalami gejala berat. 

Gejala pasien Omicron adalah gejala ringan seperti orang terserang penyakit flu. Karena itu mulai muncul wacana untuk mengakhiri pandemi dan memulai endemi COVID-19. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa mengatakan COVID-19 varian Omicron bakal menginfeksi lebih dari separuh warga Eropa, tetapi sebaiknya jangan dulu dianggap sebagai penyakit endemis seperti flu.

Eropa mencatat lebih dari 7 juta kasus baru pada pekan pertama 2022, dua kali lipat lebih dari periode dua pekan, kata direktur WHO untuk Eropa Hans Kluge saat konferensi pers.

Baca Juga: Update Kasus Covid-19 di Batam: Sisa 4 Orang Pasien Positif

"Pada tingkat ini, Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) memperkirakan bahwa lebih dari 50 persen populasi di kawasan tersebut akan terinfeksi Omicron dalam 6-8 pekan ke depan," kata Kluge, merujuk pada pusat penelitian di Universitas Washington.

Sebanyak 50 dari 53 negara di Eropa dan Asia Tengah melaporkan kasus varian yang lebih menular tersebut, katanya.

Namun, muncul bukti bahwa Omicron memengaruhi saluran pernapasan atas ketimbang paru-paru, sehingga menyebabkan gejala yang lebih ringan dari varian sebelumnya.

Kendati demikian, WHO memperingatkan lebih banyak studi diperlukan untuk membuktikan hal tersebut.

Pada Senin Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengatakan mungkin sudah saatnya untuk mengubah cara melacak evolusi COVID-19 daripada menggunakan metode serupa untuk flu, sebab tingkat kematiannya sudah menurun.

Baca Juga: Vaksinasi Anak Usia 6-11 Tahun di Lampung Baru Mencapai 25,52 Persen

Itu artinya akan memperlakukan virus seperti penyakit endemi, bukan pandemi, tanpa mencatat kasus dan tanpa memeriksa setiap orang yang bergejala.

Namun, itu "masih jauh", kata pejabat kedaruratan senior WHO untuk Eropa, Catherine Smallwood, saat konferensi pers. Menurutnya, endemisitas menghendaki penularan yang stabil dan dapat diprediksi.

"Kita masih mempunyai segudang ketidakpastian dan satu virus yang berkembang dengan pesat, yang menghadirkan tantangan baru. Kita tentu saja tidak berada pada titik di mana kita dapat menyebutnya endemi," kata Smallwood.

"Pada waktunya nanti bisa saja menjadi endemi, namun menetapkannya (terjadi) pada 2022 agak sulit di tahap ini." (ANTARA)

Load More