Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Rabu, 24 November 2021 | 07:30 WIB
Ilustrasi Letjen (Purn) M Jasin. Kisah anak Letjen M Jasin yang menjadi korban pelecehan di dalam pesawat. [IST]

SuaraLampung.id - Beberapa hari terakhir ramai dibicarakan tentang keributan anggota DPR RI Arteria Dahlan dengan seorang wanita yang mengaku anak jenderal

Keributan antara Arteria Dahlan dengan wanita mengaku anak jenderal ini terjadi di pesawat hingga sampai di Bandara Soekarno Hatta.

Belakangan terungkap wanita yang mengaku anak jenderal bintang tiga ternyata adalah istri Brigjen TNI Mochammad Zamroni, yang bertugas di Badan Intelijen Negara (BIN). 

Cerita insiden yang menyangkut anak jenderal juga pernah terjadi di tahun 1973. Ketika itu anak perempuan Letnan Jenderal TNI M Jasin menjadi korban pelecehan

Baca Juga: Polisi Tetapkan 7 Tersangka Kasus Kekerasan Seksual dan Penganiayaan Anak di Malang

Pelaku pelecehan ternyata seorang kerabat presiden yang juga seorang tentara berpangkat brigadir jenderal bernama Bustanil Arifin.

Anak Jenderal Dilecehkan di Pesawat

"Kasus ini tak terlupakan oleh seluruh anggota keluarga saya sampai detik ini, karena merupakan penghinaan terhadap seluruh anggota keluarga yang dilakukan oleh seorang bernama Bustanil Arifin," kata Jasin dikutip dari buku berjudul "M Jasin Saya tidak pernah minta ampun kepada Soeharto: sebuah memoar" karya Nurinwa Ki S Hendrowinoto dkk

David Jenkins dalam bukunya "Soeharto dan Barisan Jenderal Orba Rezim Militer Indonesia 1975-1983" menulis Jasin mengantar putrinya berusia 22 tahun ke bandara menuju London, Inggris, untuk belajar bahasa Inggris. Ini adalah penerbangan pertama sang anak ke luar negeri. 

Di bandara, Jasin bertemu Bustanil Arifin yang ternyata satu penerbangan dengan putrinya. Jasin lalu menitipkan sebuah amanah ke koleganya sesama tentara. 

Baca Juga: Ditelepon saat Cekcok Arteria Dahlan vs Anak Jenderal, Prasetio Ungkap Isi Percakapannya

"Yaitu amanah yang hanya berisi permintaan untuk mengawasi dan menolong bila diperlukan salah seorang anggota keluarga saya dan untuk menjaga selama dalam perjalanan," ucap Jasin dikutip dari Buku M Jasin Saya tidak pernah minta ampun kepada Soeharto: Sebuah Memoar. 

Setiba sang anak di London, ia menulis surat untuk ayahnya. Sang anak menceritakan bahwa Bustanil Arifin telah berbuat kurang ajar selama penerbangan. Bustanil meminta kepada putrinya untuk tidak mengadukan hal itu ke M Jasin. 

 "Rasa sedih dan marah bercampur aduk dengan rasa kecewa menghentak bersamaan dalam diri saya, karena tindakan Bustanil Arifin itu. Saya juga tidak bisa membayangkan kepiluan hati istri saya sebagai seorang ibu yang salah seorang anggota keluarganya telah disakiti," kata M Jasin.

Surat Jasin tak Digubris Soeharto

Tak terima dengan perlakuan Bustanil Arifin terhadap anaknya, M Jasin mengirim surat ke Presiden Soeharto, Jenderal Panggabean dan Jenderal Sumitro. Jasin memberitahu perilaku tak terpuji Bustanil terhadap putrinya. 

Sayangnya aduan Jasin tidak digubris Soeharto. Menurut David Jenkins, ini karena Bustanil Arifin adalah kerabat Soeharto. Istri Bustanil Arifin adalah kerabat dari Ibu Tien Soeharto. 

"Dia menganggap dirinya dapat melakukan apa saja yang dikehendakinya karena dia mempunyai kedudukan, kekayaan dan hubungan keluarga dengan Soeharto. Dia berpikir semua orang dapat diperlakukan sama,” kata Jasin.

Jasin sempat berinisiatif menemui Soeharto untuk membicarakan hal itu, Soeharto tidak mau menerimanya. Hanya Jenderal Sumitro yang merespons surat aduan Jasin.

Sepulang Bustanil dari New York, ia dipanggil Sumitro. Sumitro memarahi Bustanil dan memintanya menemui Jasin untuk meminta maaf.

Dihajar Sampai Babak Belur

Datanglah Bustanil Arifin menemui Jasin di rumahnya.  Baru tiba di depan rumah, Bustanil sudah disambut bogem mentah dari ajudan Jasin. Terjadilah keributan di depan rumah Jasin. Mendengar suara ribut-ribut, Jasin keluar. 

“Jangan ikut campur urusan keluarga saya,” tegas Jasin ke ajudannya. Jasin lalu mendekati Bustanil. 

“Silahkan anda menuntut ajudan saya! Akan saya bela mati-matian. Dan sekarang giliran saya menghajar kamu,” kata Jasin sambil mengayunkan tinjunya ke wajah Bustanil. 

Jasin memukuli wajah Bustanil bertubi-tubi hingga berdarah dan bengkak. Jasin lalu menanyakan perbuatan Bustanil ke putrinya. 

“Saya bersalah. Saya bersalah. Saya minta maaf, saya minta maaf,” erang Bustanil. 

Mendengar jawaban Bustanil, emosi Jasin makin memuncak. Ia kembali memukuli Bustanil sambil berkata

 “Kamu benar-benar kurang ajar. Amanah saya, istri saya, sebagai orang-orang yang sepatutnya kamu hormati, kok sampai hati kamu ingkari dan injak-injak dengan perbuatan tidak seronok”.

Setelah itu Jasin meminta Bustanil menandatangani surat pernyataan mengenai terjadinya peristiwa itu. Surat itu lalu difotokopi dan dikirim ke Presiden Soeharto, Jenderal Panggabean dan Jenderal Sumitro. 

Debat dengan Soeharto

Beberapa hari kemudian, Soeharto memanggil Jasin ke Cendana. Jasin datang seorang diri. Di sana ia malah dihardik Soeharto. 

“Jenderal jangan main hakim sendiri!” bentak Soeharto. 

Jasin tak terima. Baginya ini masalah harga diri keluarga. 

“Saya membela keluarga saya yang dihina Bustanil secara tidak seronok,” jawab Jasin. 

Kepada Soeharto, Jasin bilang bahwa yang ia lakukan adalah meniru Soeharto sewaktu membela Ibu Tien yang disebut sebagai Ibu Tien Persen. 

“Lebih baik saya dikirim ke Vietnam ikut berperang dan mati terhormat daripada dihina oleh Bustanil Arifin,” kata Jasin. 

“Saya tahu, istri Bustanil adalah keluarga Ibu Tien Soeharto, berarti Bustanil juga adalah keluarga Pak Harto yang layak dibela oleh Pak Harto,” cerocos Jasin. 

Soeharto akhirnya mengalah. “Sudah, sudah, sudah,” kata Soeharto. 

Jasin pun pergi meninggalkan Cendana. 

Load More