SuaraLampung.id - Vaksin Moderna dinilai tidak cocok sebagai booster atau penguat.
Ilmuwan Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) pada Selasa (12/10) mengatakan bahwa vaksin Moderna belum memenuhi semua kriteria yang ditetapkan untuk mendapatkan izin sebagai vaksin penguat (booster) COVID-19.
Ini terjadi kemungkinan akibat kemanjuran vaksin Moderna dua dosis pertama dari vaksin buatannya masih kuat.
Dalam dokumen staf FDA mengatakan data vaksin Moderna menunjukkan bahwa dosis booster meningkatkan perlindungan antibodi, namun perbedaan jumlah antibodi sebelum dan sesudah vaksinasi tidak cukup signifikan, terutama pada orang dengan jumlah antibodi yang masih tinggi.
Dokumen itu dirilis menjelang pertemuan penasihat ahli di luar FDA akhir pekan ini yang akan membahas vaksin ketiga tersebut.
FDA biasanya mengikuti saran para ahli mereka, tetapi hal itu tidak diwajibkan.
Panel penasihat Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS (CDC) pekan depan akan bertemu untuk membahas rekomendasi spesifik tentang siapa yang dapat menerima dosis booster jika FDA memberikan lampu hijau.
"Ada peningkatan, pasti. Apa peningkatan itu cukup? Siapa yang tahu? Tidak ada standar jumlah yang dibutuhkan dan diketahui, juga tidak jelas seberapa banyak peningkatan terjadi dalam studi," kata John Moore, profesor mikrobologi dan imunologi di Weill Cornell Medical College, New York, via email.
Moderna meminta persetujuan bagi dosis booster 50 mikrogram buatannya. Dosis itu separuh dari kekuatan vaksin versi asli yang diberikan melalui dua dosis dengan jarak sekitar empat pekan.
Baca Juga: Produksi Vaksin Dunia Tembus 1,5 Miliar Dosis Perbulan, Kesetaraan Distribusi Jadi Sorotan
Perusahaan itu meminta regulator untuk mengizinkan dosis ketiga vaksin mereka diberikan pada orang dewasa berusia di atas 65 tahun dan kelompok berisiko tinggi, seperti izin yang diperoleh Pfizer/BioNTech untuk vaksin mRNA mereka.
Pemerintahan Presiden Joe Biden awal tahun ini mengumumkan peluncuran dosis booster bagi sebagian besar orang dewasa, namun sejumlah ilmuwan FDA mengatakan dalam sebuah artikel di jurnal The Lancet bahwa tidak ada cukup bukti untuk mendukung booster bagi semua orang.
Data tentang perlu tidaknya dosis booster sebagian besar berasal dari Israel, yang meluncurkan dosis tambahan vaksin Pfizer/BioNTech bagi sebagian besar populasi mereka dan memaparkan secara rinci efektivitas booster itu kepada penasihat AS.
Tidak ada studi yang riil untuk vaksin Moderna atau Johnson & Johnson.
Bukti untuk booster Moderna tampaknya memiliki "banyak celah", kata Dr. Eric Topol, profesor dan direktur Scripps Research Translational Institute di La Jolla, Caliofrnia.
Dia mengatakan data yang diberikan terbatas dan tidak memberikan pengetahuan mendalam bagaimana booster sebenarnya bekerja pada manusia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pemain Keturunan Rp260,7 Miliar Bawa Kabar Baik Setelah Mauro Zijlstra Proses Naturalisasi
- 4 Link Video Syur Andini Permata Bareng Bocil Masih Diburu, Benarkah Adik Kandung?
- 41 Kode Redeem FF Terbaru 10 Juli: Ada Skin MP40, Diamond, dan Bundle Keren
- 4 Rekomendasi Sepatu Running Adidas Rp500 Ribuan, Favorit Pelari Pemula
- Eks Petinggi AFF Ramal Timnas Indonesia: Suatu Hari Tidak Ada Pemain Keturunan yang Mau Datang
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
Prediksi Oxford United vs Port FC: Adu Performa Ciamik di Final Ideal Piala Presiden 2025
-
Ole Romeny Kena Tekel Paling Horor Sepanjang Kariernya, Pelatih Oxford United: Terlambat...
-
Amran Sebut Produsen Beras Oplosan Buat Daya Beli Masyarakat Lemah
-
Mentan Bongkar Borok Produsen Beras Oplosan! Wilmar, Food Station, Japfa Hingga Alfamidi Terseret?
Terkini
-
Lampung Genjot Pariwisata Desa: 20 Juta Wisatawan Jadi Target
-
Gunung Anak Krakatau Kini Bisa Dikunjungi Sepanjang Tahun! Siap Berpetualang?
-
BRI Dorong UMKM Tanaman Hias Naik Kelas Lewat Klasterkuhidupku
-
Jaringan AgenBRILink BRI Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Daerah
-
Geger di Kalianda! Bayi Cantik Ditinggal di Teras Warga, 4 Fakta Ini Ungkap Kisah Pilu di Baliknya