"Artinya saat semua sedang sibuk dengan masalah kesehatan, pengadaan konstruksi tetap normal dan tetap ada korupsinya," ungkap Pahala.
Berdasarkan analisis KPK, setidaknya ada tiga titik korupsi pengadaan barang dan jasa yaitu saat perencanaan, proses pengadaan dan pelaksanaan pembangunan.
"Pertama saat perencanaan ada suap untuk mendapatkan komitmen kepastian anggaran pegnadaan itu sendiri serta komitmen fee pengaturan pemenang. Jadi kontraktor memberikan modal di awal agar daerah tersebut mendapat anggaran pengadaan," tambah Pahala.
Titik kedua adalah saat proses pengadaan dengan setidaknya empat modus yaitu meminjam bendera perusahaan lain, perusahaan pendampin fiktif, "mark up" HPS, hingga manipulasi syarat lelang.
Titik ketiga adalah dalam pelaksanaan pembangunan dengan dua modus yaitu pertama manipulasi laporan pekerjaan serta kedua pekerjaan fiktif.
"Sistem elektronik memang sudah ada tapi kondsinya seperti itu, intinya perusahaan kontraktor harus keluar uang juga agar seakan-akan ada proses tender lewat e-procurment tapi yang menang harus perusahaan tertentu," tambah Pahala.
Komposisinya, menurut Pahala, dari nilai kontrak 100 persen, maka kontraktor akan mengambil keuntungan sebesar 10-15 persen, selanjutnya untuk komitmen kepastian anggaran sebesar 7 persen, "commitment fee" sebesar 20 persen, manipulasi laporan pengadaan sebesar 5 persen sehingga nilai riil bangunan kurang dari 50 persen.
"Kenapa jembatan atau bangunan yang roboh dan lainnya, setelah saya berbicara dengan kontraktor-kontraktor ya karena banyakan potongan sehingga kualitas bangunan pemerintah tidak yang terbaik, sedangkan bila sumber dana dari swasta atau konsultan pengawas berasal dari luar negeri maka kualitas bangunan bisa maksimal," ungkap Pahala.
Dengan nilai riil bangunan hanya 50 persen dari kontrak pengadaan, menurut Pahala, menyebabkan banyak inefisiensi.
Baca Juga: Kasus Dana Hibah Kolaka Timur, KPK Panggil Deputi Logistik dan Peralatan BNPB
"Dampak korupsi pengadaan konstruksi ini sangat besar, kalau hanya 50 persen nilai riil bangunan maka dengan anggaran yang sama seharusnya dapat 2 jembatan, akhirnya cuma dapat 1 jembatan, kalau Rp100 miliar bisa untuk jalan berusia 5 tahun tapi kalau ada korupsinya jalanan yang baru berumur 2 tahun harus keluar uang untuk pemeliharaan, jadi inefisiensi di mana-mana," jelas Pahala. (ANTARA)
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
3 Trik Nasi Pulen dan Wangi untuk Masak Harian ala Ibu-Ibu Hemat Alfamart
-
Tarif Tol Bakauheni-Terbanggi Besar Naik Akhir Bulan, Rincian Lengkap Biaya Terbarunya
-
Sat Set Promo Indomaret! 11 Snack & Yogurt Viral Mulai Rp3 Ribuan, Wajib Borong
-
Dukung Pertumbuhan di Sektor Riil, BRI Fasilitasi Sindikasi Pembiayaan untuk PT SSMS
-
Badan Informasi Geospasial Berikan Penghargaan Bhumandala Award 2025 Kepada Pemkot Metro