Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Sabtu, 02 Oktober 2021 | 13:05 WIB
Ilustrasi lada hitam. Peran penting lada Lampung di era perang kemerdekaan. [Freepik.com/azerbaijan_stockers]

SuaraLampung.id - Salah satu komoditas rempah yang diunggulkan dari Indonesia adalah lada. Daerah penghasil lada terbaik di Indonesia salah satunya adalah Lampung.

Di Lampung lada banyak dibudidayakan di daerah Way Sekampung, Way Semaka, Way Seputih dan Way Tulang Bawang sejak sebelum abad 16 Masehi. Tanaman ini merambat pada dahan dadap atau randu.

Tersohornya lada Lampung pernah membuat perebutan antara Banten dengan Palembang. Kedua kerajaan ini berusaha untuk menanamkan pengaruhnya di Lampung guna mendapatkan hasil produksi lada.

Begitupun saat VOC memonopoli perdagangan rempah Nusantara, mereka juga berusaha untuk menarik Lampung sebagai wilayah taklukannya.

Baca Juga: Cara Daftar Vaksinasi Covid-19 yang Diselenggarakan PMI Lampung pada 6-9 Oktober 2021

Lada tetap menjadi komoditas penting di kala perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Lada menjadi bagian dari “amunisi” dalam menghadapi pasukan Belanda.

Tercatat bahwa guna melakukan peperangan mempertahankan kemerdekaan, biaya peperangan salah satunya adalah dari hasil penjualan lada.

Sistem yang dilakukan pemerintah saat itu adalah dengan melakukan pinjaman kepada rakyat yang memiliki lada. Pada salah satu arsip mengenai pinjam meminjam lada dari rakyat Jabung, diterangkan bahwa telah terjadi peminjaman lada dengan jumlah 500 kg.

Kemudian dalam arsip berbeda diterangkan telah terjadi peminjaman lada sejumlah 2.500 kg. Dalam buku Sejarah Revolusi Fisik di Provinsi Lampung disebutkan beberapa rakyat Jabung yang berjasa memberikan bantuan itu diantaranya Haji Abdul Majid, Mohammad Ali Gelar Dalom Sempurnajaya, Minak Ngegeduh dan Haji Umar.

Hal itu menunjukkan bahwa peran penting rakyat sekaligus lada yang mereka miliki dalam menjaga kekuatan pasukan Indonesia di zaman revolusi.

Baca Juga: Viral 4 Remaja Putri Sedang Joging di Pahoman Didekati Pria Pamer Alat Vital

Komoditas lada dari Lampung bersama dengan karet dan kopi, beberapa kemudian dijual hingga Singapura. Ketatnya blokade laut yang dilakukan Belanda antara tahun 1948-1949 menjadi tantangan tersendiri bagi pejuang untuk menyelundupkan hasil bumi itu ke Singapura.

Hasil penjualan lada, karet dan kopi itu kemudian dibelikan peralatan perang seperti pakaian perang, senjata, amunisi dan obat-obatan.

Perlu diketahui bahwa selepas Perundingan Renville, daerah Lampung bersama dengan Aceh dan Jambi merupakan daerah yang masih nihil pengaruh tentara Belanda.

Dari tiga daerah inilah, pemerintah berusaha mendapatkan dana guna menyokong perjuangan. Di Lampung dibentuk sebuah badan usaha yang bernama Usaha Lampung Trading Company atau ULTRACO yang dipimpin oleh Mayor Arief dibantu Letnan Muda Mukim.

Melalui firma ini berhasil diselundupkan kopi, lada dan karet menggunakan kapal-kapal milik Tan Seng Beng ke Singapura.
Maka keberadaan lada di Lampung saat ini bukan hanya sekedar komoditas perkebunan belaka.

Jika kita menengok sejarahnya lada telah memiliki peranan dalam mengenalkan nama Lampung ke luar negeri. Begitu pun saat zaman perang kemerdekaan, lada juga menjadi bagian penting di dalamnya.

Penulis: Adi Setiawan (Pemerhati Sejarah Lokal)

NB:

Artikel ini terbit atas kerja sama Suaralampung.id dengan Sahabat Dokterswoning

Load More