SuaraLampung.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti cara aparat Polri yang sering melepaskan tembakan saat bertugas.
Bagi KontraS cara Polri menembak adalah bentuk tindakan kekerasan. Hasil pemantauan KontraS memperlihatkan kekerasan yang paling banyak dilakukan oleh aparat kepolisian ialah penembakan. Setidaknya terdapat 13 orang tewas dan 97 orang luka-luka.
Lagi-lagi, polres menjadi tingkat yang paling banyak melakukan aksi penembakkan yakni 250 kali. Sedangkan Polda melakukan 59 kali penembakan.
"Dari banyaknya data yang kami dapat, kami lihat ini disebabkan oleh penggunaan yang tidak sesuai prosedur," ucapnya.
Rozy juga melihat adanya tindakan sewenang-wenangan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Sebab kalau dilihat jenis kekerasan yang dilakukan pun beragam mulai dari penembakan, penangkapan, pembubaran paksa hingga penganiyaan.
"Angka ini konsisten terus tinggi dari tahun ke tahun. Walau kepolisian punya instrumen upaya preventif, nampaknya kami lihat itu tidak pernah jadi acuan, sebelum ambil tindakan yang dianggap perlu."
KontraS merilis pemantauan terhadap mengenai akuntabilitas Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) selama periode Juni 2020 – Mei 2021. Hasilnya, sebanyak 651 tindakan kekerasan tercatat melibatkan institusi kepolisian.
Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS, Rozy Brilian mengatakan dari 651 tersebut dapat dirincikan sebanyak 399 tindakan kekerasan dilakukan setingkat Polres, 135 tindakan oleh selevel Polda dan 117 kasus oleh setingkat Polsek. Melihat tingginya angka kekerasan tersebut, Rozy menilai kalau Polres menjadi aktor yang paling dominan.
"Ini juga senada dengan laporan beberapa hari kami keluarkan bahwa memang polres menjadi salah satu institusi yang paling banyak lakukan tindakan penyiksaan baik di ranah publik maupun ruang detensi," kata Rozy dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube KontraS, Rabu (30/6/2021).
Baca Juga: Panas! Unjuk Rasa Soloraya Menggugat Selamatkan KPK di Kartasura Dibubarkan Polisi
Di sisi lain, Rozy juga menganggap adanya mekanisme pengawasan yang berjalan tidak baik dan efisien dari tingkat atas ke polres, dalam hal ini Polda. Meskipun Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah mengeluarkan program prioritas terkait kekerasan, namun hal tersebut tidak memberikan perbaikan yang signifikan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Skincare Reza Gladys Dinyatakan Ilegal, Fitri Salhuteru Tampilkan Surat Keterangan Notifikasi BPOM
- Tanggal 18 Agustus 2025 Cuti Bersama atau Libur Nasional? Simak Aturan Resminya
- 3 Klub yang Dirumorkan Rekrut Thom Haye, Berlabuh Kemana?
- Pemain Liga Inggris Rp 5,21 Miliar Siap Bela Timnas Indonesia di SEA Games 2025
- Selamat Datang Jay Idzes! Klub Turin Buka Pintu untuk Kapten Timnas Indonesia
Pilihan
-
7 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Layar AMOLED Terbaru Agustus 2025
-
Ini Alasan Warga Pembuat Mural One Piece di Semanggi, Suka Menggambar dan Diminta Buat
-
Pembuktian Justin Hubner dan Pelampiasan Dean James, Dua Bek Timnas Indonesia Bentrok di Eredivise
-
Ekonomi RI Tumbuh 5,12 Persen, Pemerintah Jadi Mesin Utama Pendorong Pertumbuhan
-
Adu Kokoh Maarten Paes vs Emil Audero: Siapa Pilihan Kluivert di Kualifikasi Piala Dunia 2026?