SuaraLampung.id - Perubahan iklim bisnis dalam beberapa tahun terakhir semakin cepat. Bahkan, membuat banyak perusahaan hampir tutup akibat disrupsi teknologi digital. Hal ini menuntut para pemimpin multinational company untuk lebih waspada dan segera melakukan transformasi agar survive dan tumbuh berkelanjutan di era digital.
"Pemimpin yang transformatif diperlukan agar perusahaan dapat merespons tantangan akibat disrupsi digital di tengah pandemi Covid-19 yang telah mengubah lanskap berbagai bisnis model," tutur Direktur Utama BRI, Sunarso dalam Leadership Seminar bertema “Leader’s Transformation in The Digital Era: Digital Leadership” yang digelar oleh Bank Indonesia Institute, Kamis 3 Juni 2021 lalu.
Selain Sunarso, seminar daring tersebut juga menghadirkan pembicara lain yakni Komisaris Utama PT Bank Jago Tbk, Jerry Ng. Acara dibuka dengan sambutan dari Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo.
"Teknologi digital memang disruptor yang luar biasa dan umur rata-rata perusahaan dunia saat ini telah menurun secara signifikan. Berdasarkan data S&P 500, rata-rata umur perusahaan diperkirakan pada 2025 hanya berkisar 12 tahun hingga 15 tahun," kata Sunarso.
Baca Juga: Dirut BRI: Pemimpin Transformatif, Kunci Survive dan Tumbuh Berkelanjutan di Era Digital
Bahkan, katanya, perusahaan yang termasuk dalam Indeks S&P 500 sudah berkurang setengah sejak 1960. Untuk itu, Sunarso berharap para pemimpin lebih waspada dalam menghadapi tantangan digital ekonomi. Jangan sampai perusahaan yang sudah lama justru ikut masuk dalam jeratan perubahan digital ekonomi saat ini.
"Dulu, perubahan itu terjadi perlahan, yakni 10 tahun bahkan 20 tahun. Saat ini, perubahan terjadi 5 tahun, 3 tahun, atau 1 tahun. Pemimpin harus aware jangan sampai perusahaan mati perlahan. Bahkan, jangan sampai mati segera,” jelas Sunarso.
Untuk merespons berbagai tantangan itu tentu dibutuhkan pemimpin yang transformatif (digital leader) yang mampu mengikuti perubahan zaman, dengan beberapa kriteria/gaya kepempimpinan.
Di antaranya yakni strategic dan disruptive, bold, courageous dan hungry, customer obsessed, drive the digital conversation, global mindset hingga mampu empowering dan inspiring.
Sunarso menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan di era digital itu lebih kontekstual daripada sentral maupun upaya-upaya untuk membangun kultus individu. Maksudnya, kepemimpinan itu ditulis oleh sistem bukan oleh sinten (orang per orang).
Baca Juga: BRI: Penerapan Bisnis Hybrid Company untuk Pacu Pertumbuhan Baru
Pasalnya, akibat disrupsi teknologi digital, program atau rencana bisnis lima tahunan yang disusun oleh perusahaan dapat berubah di tengah jalan. Bahkan di tengah Covid-19, perusahaan mengubah bisnis model agar tetap relevan dengan kondisi dan perubahan digital yang berlangsung dengan cepat.
Dia menambahkan bahwa yang lebih penting dari itu semua adalah kita harus menyediakan dalam corporate plan itu ruang yang cukup agile untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian. Karena lingkungannya berubah sedemikian cepat. Jadi agility to change.
Dia mencontohkan ketika menyusun corporate plan BRI sampai 2022, BRI harus menyesuaikan strateginya pada 2020 karena pandemi dan tahun ini di-review lagi. Tapi yang lebih penting dari itu adalah menyediakan ruang untuk revisi dan penyesuaian-penyesuaian. Supaya adaptif dan lincah.
Digitalisasi memerankan peran penting dalam perubahan bisnis iklim bisnis akhir-akhir ini. Perusahaan di era dulu yang mampu bertahan hanya dengan kekuatan modal. Namun, perusahaan saat ini justru mengandalkan big data, membuat aplikasi dan membentuk ekosistem.
"Jadi terminologi trickle down economy sudah kurang relevan. Yang ada masif progresion, yakni pelaku mikro berjejaring dan membentuk market super power," imbuhnya.
Lebih lanjut, Sunarso mengakui emiten berkode BBRI ini pun sangat aktif melakukan hal transformasi digital. Perseroan melakukan peningkatan kapasitas dan kualitas teknologi informasi. Perseroan memiliki alokasi capital expenditure yang tidak murah untuk meningkatkan potensi digital ini.
Adapun, Sunarso mengatakan tranformasi digital sejauh ini sudah banyak memberi manfaat pada BRI baik dari sisi efisiensi operasional maupun peningkatan pendapatan dari bisnis baru.
Dia mencontohkan Agen BRILink BRI saat ini sudah mencapai lebih dari 500.000 agen, naik pesat dari posisi 2015 yang hanya 50.000 agen. Volume transaksi pun melesat, naik ke Rp673 triliun pada 2019 dari posisi 2015 sekitar Rp35 triliun.
Bahkan pada periode pandemi tahun lalu volume transaksi agen BRILink mencapai lebih dari Rp800 triliun. "Kami pun mendapat fee Rp788 miliar pada 2019, dan naik menjadi Rp1,2 triliun pada tahun lalu. Dan jangan lupa ini adalah sharing ekonomi, masyarakat kami perkirakan bisa dapat fee sampai Rp3 triliun," katanya.
Dalam transformasi digitalnya, BRI mengembangkan aplikasi BRISPOT untuk memudahkan bisnis proses dan mempercepat proses kredit mikro. Berkat aplikasi ini, BRI mencatat peningkatan produktivitas booking kredit mikro, dari rerata Rp2,5 triliun per bulan (sebelum pakai BRISPOT) naik menjadi minimal Rp4 triliun per bulan.
Proses kredit mikro BRI pun sudah menjadi lebih cepat, dari semula 2 minggu, menjadi 2 hari saja dan ternyata overshoot, sekarang sudah bisa 2 jam prosesnya. Di samping itu, BRI melakukan perubahan kultur di sisi sumber daya manusia.
Bagaimana pun kultur digital dari SDM yang mampu membuat transformasi digital menjadi lebih berkelanjutan dan optimal dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
Kendati demikian, Sunarso mengklaim transformasi digital yang dilakukan BRI tak serta membuat BRI menjadi digital banking. Perseroan lebih memilih menjadi hybrid bank yang lebih seimbang dalam mengikuti adopsi digital masyarakat.
Kami ini bank rakyat. Rakyat belum semuanya digital. Tapi kami juga tidak lamban dalam bertansformasi," tutupnya.
Berita Terkait
-
Yuk Nikmati Keseruan Akhir Pekan Bersama Promo Spesial BRI di Jco
-
BRI Insurance Beri Literasi Asuransi Kerugian Syariah di Pondok Pesantren
-
Hadir di PIK 2, KPR BRI Property Expo Tawarkan Beragam Promo Spesial
-
Wujudkan Masa Depan yang Aman dengan Investasi Reksa Dana dan Tabungan Emas di BRI
-
BRI Insurance Dorong Peningkatan Ekonomi Pesantren di bidang Peternakan Sapi dan Pangan
Terpopuler
- Vanessa Nabila Bantah Jadi Simpanan Cagub Ahmad Luthfi, tapi Dipinjami Mobil Mewah, Warganet: Sebodoh Itu Kah Rakyat?
- Reaksi Tajam Lex Wu usai Ivan Sugianto Nangis Minta Maaf Gegara Paksa Siswa SMA Menggonggong
- Kini Rekening Ivan Sugianto Diblokir PPATK, Sahroni: Selain Kelakuan Buruk, Dia juga Cari Uang Diduga Ilegal
- TikToker Intan Srinita Minta Maaf Usai Sebut Roy Suryo Pemilik Fufufafa, Netizen: Tetap Proses Hukum!
- Adu Pendidikan Zeda Salim dan Irish Bella, Siap Gantikan Irish Jadi Istri Ammar Zoni?
Pilihan
-
Kerja Sambil Liburan di Australia Bisa Dapat Gaji Berapa? Yuk, Simak Syarat WHV Terbaru
-
Kekerasan di Pos Hauling Paser, JATAM Desak Pencabutan Izin PT MCM
-
Jelajah Gizi 2024: Telusur Pangan Lokal Hingga Ikan Lemuru Banyuwangi Setara Salmon Cegah Anemia dan Stunting
-
Pembunuhan Tokoh Adat di Paser: LBH Samarinda Sebut Pelanggaran HAM Serius
-
Kenapa Erick Thohir Tunjuk Bos Lion Air jadi Dirut Garuda Indonesia?
Terkini
-
Kapolres Pringsewu Perangi Wartawan Gadungan Pemeras Pejabat: Keluar dari Wilayah Saya!
-
Mirza-Jihan Unggul Telak atas Arinal-Sutono di Survei Pilgub Lampung 2024
-
Tak Mau Dinikahi Pacar di Jepang, Wanita di Metro Pilih Lakukan Aborsi
-
Endorse Judi Online, Pedagang Martabak di Lampung Selatan Raup Rp5 Juta
-
Lawan Inflasi! Pemprov Lampung Buka Toko Operasi Pasar di Natar