Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Kamis, 25 Maret 2021 | 14:44 WIB
Ilustrasi korupsi. Asisten II Pemprov Lampung jadi tersangka kasus korupsi benih jagung. S

SuaraLampung.id - Asisten II Pemerintah Provinsi Lampung Edi Yanto menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan benih jagung pada Direktorat Jendral Tanaman Pangan yang dialokasikan untuk Provinsi Lampung.

Selain Asisten II Pemprov Lampung Edi Yanto, Kejati Lampung juga menetapkan dua tersangka lain dalam kasus korupsi pengadaaan benih jagung. 

Dua tersangka lain adalah Kepala Bidang Tanaman Pangan pada Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Lampung Herlin Retnowati, serta rekanan Imam. 

"Saksi yang diperiksa dalam kasus ini, sudah 25 saksi dan alat bukti yang dimiliki oleh penyidik adalah alat bukti saksi, ahli, surat dan petunjuk. Kasus ini berawal dari program pemerintah pusat, untuk swasembada jagung tahun 2017 di Lampung," kata Kepala Kejati Lampung Heffinur saat jumpa pers, Kamis (25/3/2021) dilansir dari Lampungpro.co---jaringan Suara.com.

Baca Juga: 2 ASN dan 1 Swasta Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Benih Jagung di Lampung

Kemudian pemerintah daerah, mengajukan proposal kepada Kementerian Pertanian secara elektronik (E- Proposal). Dari pengajuan itu, Provinsi Lampung mendapatkan alokasi anggaran berkisar Rp140 miliar, dengan syarat digunakan untuk belanja benih varietas hibrida (pabrikan) 60 persen dan benih varietas hibrida balitbangtan 40 persen.

"Kemudian PPK melaksanakan penandatanganan kontrak sebanyak 12 kontrak dalam lima tahapan kegiatan, dengan jenis benih varietas yang diadakan ada sembilan jenis benih varietas hibrida. Kemudian salah satu varietas yang diadakan adalah jenis benih varietas balitbang dengan merek BIMA 20 URI," ujar Heffinur.

Selanjutnya PPK menunjuk PT. DAPI yang mengaku sebagai distributor, yang ditunjuk oleh PT ESA sebagai penyedia varietas benih jagung Balitbangtan, dengan pelaksanaan kontrak sebanyak dua kali senilai Rp15 miliar.

Rencananya akan dialokasikan untuk lebih kurang 26 ribu Ha lahan tanam, dengan jumlah benih sebanyak 400 Kg yang tersebar di Kabupaten Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Selatan, dan Lampung Utara.

"Namun dalam proses penyidikan diperoleh fakta bahwa, PT DAPI tidak pernah mendapatkan dukungan dari produsen jenis benih BIMA 20 URI. Ada pun yang terjadi didalam proses pengadaan, hanya proses jual beli antara PT DAPI dengan PT ESA dan dalam mengadakan benih varietas penyedia yang ditunjuk," jelas Heffinur.

Baca Juga: Urus KK di Bandar Lampung bisa Lewat WhatsApp, Begini Caranya

PT DAPI mengadakan sendiri (membeli dari pasar bebas) sehingga kualitas daripada benih yang diadakan, menjadi tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan (sertifikat kadaluarsa atau sertifikat tumpang tindih). Perkara ini berawal dari penyelidikan Kejaksaan Agung, dengan informasi awal yang tertuang dalam LHP BPK terhadap kegiatan Pemeriksaan Kementerian Pertanian RI.

Ditemukan adanya indikasi kerugian negara atas pekerjaan PT DAPI, karena benih melebihi batas masa edar atau kadaluarsa dan benih tidak bersertifikat senilai lebih kurang Rp8 miliar. Saat ini proses perhitungan kerugian keuangan negara, sedang dikoordinasikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

Terhadap diri yang bersangkutan, disangkakan pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UURI No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UURI No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair   pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UURI No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UURI No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP dengan ancaman maksimal 20 Tahun penjara. 

Load More