SuaraLampung.id - Hari ini 11 Maret 2021 tepat 55 tahun terjadinya peristiwa Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret. Supersemar ditandatangani Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966.
Isi Supersemar pemberian kekuasaan kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan keamanan. Supersemar ini juga yang dijadikan dasar bagi Soeharto mengambil alih kekuasaan dari tangan Presiden Soekarno.
Praktis sejak Supersemar keluar, Presiden Soekarno tidak memiliki kekuasaan apapun di tangannya. Semua dipegang oleh Letjen Soeharto.
Sehari sebelum keluarnya Supersemar, sempat terjadi ketegangan di Istana Merdeka. Dimana saat itu ada pasukan liar yang mengepung istana.
Baca Juga: Viral Video Lawas Cak Nun Sindir Megawati Tak Sekolah sampai Hidup Enak
Akhir Februari 1966, Kepala Staf Kostrad Brigjen Kemal Idris mengadakan pertemuan dengan Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo.
Kemal meminta Sarwo mengerahkan pasukannya di sekitar Istana. Pasukan RPKAD yang ditempatkan di sekitar Istana itu menggunakan pakaian Infanteri tanpa tanda pengenal.
Menurut Kemal sebagaimana dikutip dari buku "Kemal Idris Bertarung dalam Revolusi", tujuan penempatan pasukan itu untuk mengawasi gerak-gerik Wakil Perdana Menteri I Subandrio.
Di mata para perwira TNI AD, Subandrio adalah tokoh PKI yang dekat Soekarno. Karena itu TNI AD memutuskan menangkap Subandrio.
Versi Sarwo Edhie yang ditulis dalam buku "Kebenaran di Atas Jalan Tuhan", kehadiran pasukannya di sekitar Istana untuk mengawasi pasukan yang menjaga Istana.
Baca Juga: Kemal Idris, Jenderal Supersemar yang Pernah Cari Duit dari Bermain Judi
Sarwo Edhie mengaku khawatir ada penembakan demonstran lagi seperti yang dialami Arif Rahman Hakim.
Sementara TNI AD saat itu merasakan tuntutan mahasiswa sebagai kebenaran. Namun sebagai prajurit, TNI AD tidak bisa ikut berdemo.
Untuk itulah kata Sarwo, ia menerjunkan pasukannya ke sekitar Istana untuk mengawal aksi demo mahasiswa. Pasukan RPKAD tanpa pengenal itu diperintah mengawasi pasukan Istana agar tidak seenaknya menembaki demonstran.
Pasukan RPKAD di sekitar Istana diperintah hanya jalan-jalan di sekitar Istana. Mereka tidak boleh terlalu dekat agar tidak memancing insiden. Senjata yang dibawa tidak diacungkan ke atas melainkan di hadapkan ke bawah.
Dalam buku "Resimen Pelopor Pasukan Elite Yang Terlupakan" ditulis kehadiran pasukan RPKAD ini diketahui oleh Pasukan Resimen Pelopor.
Komandan Resimen Pelopor Kombes Anton Sudjarwo mengaku melihat Sarwo Edhie berada di belakang para demonstran mengenakan pakaian sipil.
Anton Sudjarwo lalu mendekati Sarwo Edhie dan memintanya menarik mundur pasukan RPKAD. Jika tidak dikhawatirkan terjadi kontak tembak dengan pasukan Resimen Pelopor.
Permintaan Anton Sudjarwo dipenuhi Sarwo Edhie. Ia menarik mundur pasukannya yang berpakaian sipil keluar dari barisan demonstran.
Pada 10 Maret 1966, kabinet 100 menteri bersidang. Pasukan liar itu mengelilingi Istana mengawasi rapat kabinet. Kehadiran pasukan liar ini diketahui Komandan TJakrabirawa, Kolonel Sabur. Sabur melaporkan hal ini Bung Karno.
“Ada pasukan tidak dikenal mengelilingi Istana,” kata Sabur ke Soekarno. Mengetahui hal itu, Presiden Soekarno khawatir.
Bung Karno lari ke belakang Istana yang sudah menunggu helikopter. Subandrio dan Chaerul Saleh juga berlari menyusul Bung Karno. Saking terburu-burunya, sebelah sepatu Subandrio sampai copot dan tidak dihiraukannya.
Bung Karno, Subandrio, dan Chaerul Saleh terbang ke Istana Bogor. Pimpinan rapat diambil alih Dr Leimena. Kejadian ini dilaporkan ke Soeharto. Soeharto lalu mengirim surat ke Bung Karno yang diantar Basuki Rachmat, orang kepercayaan Soeharto.
Surat itu isinya “Saya tidak akan tanggung jawab kalau saya tidak diberi kekuasaan untuk mengatasi keadaan ini”
Basuki Rachmat adalah orang yang tidak disenangi Soekarno. Karena itu Basuki Rachmat mengantar surat itu ditemani M Jusuf dan Amir Machmud.
Melihat situasi yang tidak kondusif, Presiden Soekarno akhirnya mau menandatangani surat yang dinamakan Supersemar. Kemal Idris dalam buku "Kemal Idris Bertarung Dalam Revolusi" mengaku sempat membaca Supersemar itu.
Isi Supersemar adalah memberikan kekuasaan kepada Soeharto untuk bertindak mengamankan situasi. Supersemar inilah yang dijadikan Soeharto mengambil alih kekuasaan dari Presiden Soekarno.
Berita Terkait
-
Bung Karno Disebut Simpan Emas Berton-ton di Bank Swiss dan Intan Terbesar di Dunia, Guntur: Bohong, Salah Kaprah Semua!
-
Babak Sejarah Indonesia yang Hilang, Penculikan Soekarno-Hatta oleh DN Aidit
-
Mirip Kabinet Dwikora, Prabowo Bentuk Kabinet Gemuk: Antisipasi Krisis atau Beban Anggaran?
-
Bangkitkan Semangat Perjuangan, Ini 20 Kata-kata Sumpah Pemuda dari Soekarno, Hatta, Hingga Sjahrir
-
Dijuluki The New Soekarno, Orasi Vicky Prasetyo Sebagai Calon Bupati Pemalang Diulas Habis
Terpopuler
- Mahfud MD Sebut Eks Menteri Wajib Diperiksa Kasus Judol Pegawai Komdigi, Budi Arie Bilang 'Jangan Kasih Kendor'
- Rocky Gerung Spill Dalang yang Bongkar Kasus Judi Online Pegawai Komdigi
- Kejanggalan Harta Kekayaan Uya Kuya di LHKPN KPK, Dulu Pernah Pamer Saldo Rekening
- Berani Sentil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Segini Harta Kekayaan Melly Goeslaw
- Bak Gajah dan Semut, Beda Citra Tom Lembong vs Budi Arie Dikuliti Rocky Gerung
Pilihan
-
Pindad Segera Produksi Maung, Ini Komponen yang Diimpor dari Luar Negeri
-
Petinggi Lion Air Masuk, Bos Garuda Irfan Setiaputra Ungkap Nasibnya Pada 15 November 2024
-
Profil Sean Fetterlein Junior Kevin Diks Berdarah Indonesia-Malaysia, Ayah Petenis, Ibu Artis
-
Kritik Dinasti Politik Jadi Sorotan, Bawaslu Samarinda Periksa Akbar Terkait Tuduhan Kampanye Hitam
-
Bakal Dicopot dari Dirut Garuda, Irfan Setiaputra: Siapa yang Dirubah Engga Tahu!
Terkini
-
Cemburu, Pemuda di Way Kanan Sebar Foto tak Senonoh Pacar Sendiri ke Medsos
-
Hasil Survei LSI di Pilgub Lampung 2024: Siapa Unggul, Arinal-Sutono atau Mirza-Jihan?
-
Bukan Guru, Pelaku Pencabulan Siswi SDIT di Bandar Lampung Ternyata Ketua Yayasan
-
UMKM Pulau Pasaran Sambut Gembira Penghapusan Utang UMKM
-
Air Kolam Renang Bisa Diminum? Wanita Asal Bandar Lampung Tertipu Iklan Instagram