SuaraLampung.id - Sebanyak 119.581 orang balita di Provinsi Lampung mengalami masalah gizi. Para balita yang bermasalah gizi dilakukan intervensi.
Deputi Bidang Advokasi, Pergerakan dan Informasi (ADPIN) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sukaryo Teguh Santoso mengatakan, pihaknya telah melakukan pengukuran secara serentak di posyandu di Lampung pada Juni 2024 lalu.
Menurut Sukaryo, sebanyak 562.056 orang balita menjadi sasaran. Dari jumlah itu, sebanyak 561.090 atau 99,83 persen sudah dilakukan pengukuran.
"Dari jumlah balita yang diukur tersebut terdapat 119.581 orang balita atau 21,31 persen balita bermasalah gizi, dan 10,9 persen atau sebanyak 13.040 orang langsung dilakukan intervensi dengan cepat," ujar Sukaryo.
Baca Juga:DPP Nasdem Dukung Mirza Jadi Cagub Lampung, Herman HN Gigit Jari?
"Melihat situasi tersebut maka dalam waktu singkat di tahun ini selain melakukan intervensi, pendampingan terhadap calon pengantin, ibu hamil, dan balita. Untuk balita bermasalah gizi tersebut harus dilakukan intervensi spesifik melalui pemberian ASI dan PMT, ataupun melakukan intervensi sensitif dengan penyediaan air bersih, sanitasi dan KB," katanya.
Sukaryo mengatakan tingginya prevalensi stunting menjadi salah satu tantangan terbesar di bidang pembangunan keluarga, kependudukan dan KB, sehingga harus diatasi bersama.
Sebab dampaknya cukup serius di masa depan karena dapat mengganggu aspek kesehatan, juga akan menurunkan produktivitas.
"Upaya penurunan stunting menunjukkan tren positif, dan semua masih memiliki waktu untuk mencapai target penurunan stunting jadi 14 persen di 2024 ini. Salah satunya melalui berbagai aksi yang sudah dilaksanakan di Lampung ini dan harapannya agar dapat terus ditingkatkan," ucap dia.
Menurut Sukaryo, secara nasional dari jumlah keluarga sebanyak 72.542.202, sebanyak 39.773.686 keluarga menjadi sasaran, ada sebanyak 11.896.367 keluarga berisiko stunting.
Baca Juga:Korupsi Pipa SPAM, Kantor PT Kartika Ekayasa Digeledah Penyidik Kejati Lampung
"Dengan pelaksanaan intervensi maka keluarga berisiko stunting sudah turun dari 21,9 juta di 2021 menjadi 11,9 juta di 2023, rumah tidak layak huni juga mengalami penurunan 8,0 juta di 2023, namun sumber air minum tidak layak tidak mengalami penurunan yang signifikan yaitu masih 2,6 juta," ujarnya.
Sukaryo mengatakan langkah intervensi dan pencegahan stunting serta keluarga berisiko stunting di berbagai daerah termasuk Provinsi Lampung akan terus dilakukan guna mewujudkan generasi emas di masa depan.
"Generasi emas akan tercipta dengan terbentuknya keluarga dan anak yang sehat, dan sumber daya manusia unggul," ujar Sukaryo. (ANTARA)