SuaraLampung.id - Keberadaan sebuah rumah yang diduga menjadi lokasi prostitusi terselubung dikeluhkan masyarakat Desa Srigading, Kecamatan Labuhan Maringgai, Lampung Timur.
Jurnalis Suara.com menelusuri keberadaan lokasi prostitusi tersebut dengan menyamar menjadi salah satu pengunjung.
Dari temuan di lapangan, didapat fakta bahwa ada uang setoran mengalir ke oknum aparat penegak hukum. Berikut hasil liputan Suara.com.
Sebuah rumah berdinding batako tanpa dilapisi semen berdiri kokoh di tengah hamparan kebun sawit di Desa Srigading, Kecamatan Labuhan Maringgai, Lampung Timur.
Baca Juga:Razia Prostitusi, Dinsos Makassar Amankan 33 Orang: Rata-Rata Remaja dan Mahasiswa
Jumat (14/10/2022) malam, pintu ruang tamu tertutup rapat, pintu samping rumah sebelah kanan juga tertutup rapat.
Suasana sekitar sunyi karena rumah tersebut jauh dari keramaian. Sebelah sisi kanan hamparan kebun sawit dan kubangan seperti bekas galian pasir.
Sebelah kiri rumah berbatasan dengan rumah warga jaraknya lebih dari 50 meter. Di depan rumah terdapat jalan desa dan hamparan luas kebun sawit.
Perempuan berperawakan kurus menyambut setiap tamu yang datang. Bicaranya luwes menjadikan suasana obrolan menjadi cair. Dia lah Er, sang empuya rumah.
"Mau minum apa? Bir, Vigour atau Anggur Merah?," tanya Er kepada tamu laki-laki yang baru saja 10 menit duduk di ruang khusus.
Baca Juga:Mahasiswa Terjaring Razia Prostitusi Dinas Sosial Kota Makassar di Penginapan
Tak lama kemudian, perempuan berambut sedikit pirang keluar dari sebuah kamar dengan menenteng dua botol bir.
Dengan cekatan tangannya membuka tutup botol bir lalu dituangkan ke dalam gelas yang sudah disediakan di atas meja tepat di hadapan tamunya.
"Mau ditemani cewek ndak kalau mau saya telepon, " kata Er kepada tamunya.
"Telepon saja kalau hanya untuk temen minum gak papa," ucap pengunjung.
Jemari Er tampak lincah menekan tombol ponsel pintar lalu ditempelkan dekat telinga. "Sini ada tamu minta ditemani minum," ucap Er.
Setelah menelepon, ponsel diletakkan ke meja. Er kembali menuangkan sisa bir yang masih setengah botol di gelas tamunya.
"Kalau pengen BO ya gak papa loch mas, di sini ada kamar juga kok, cewek banyak, saya tinggal telepon saja," tawarnya sambil senyum ramah.
Pemilik rumah sekaligus sebagai muncikari itu lalu menyebut tarif kencan sebesar Rp500 ribu.
Kalau hanya minum sembari ditemani cewek harganya berbeda. Er mengatakan, harga bir Rp60 ribu, vigour 100 ribu sementara cewek yang menemani tarifnya Rp50 ribu per jam.
"Kalau ingin BO ceweknya Rp400 ribu, untuk kamar Rp100 ribu. Kalau cuma pengen minum cukup bayar Rp50 ribu sama cewek nya per jam, untuk minuman menyesuaikan jenisnya," tawar Er.
Ketika salah seorang pengunjung menanyakan kemanan atau kenyamanan, Er dengan tegas mengatakan aman.
"Saya sudah kasih sama pak polisi setiap bulan. Kita juga sadar dan itu perlu demi kenyamanan pelanggan saya. Kalau sudah ada bahasa uang kertas saya sudah nyambung jatah untuk keamanan," tegasnya meyakinkan tamu.
Kisah Sang Muncikari
Dia mengakui sudah hampir dua tahun membuka tempat prostitusi di Desa Srigading. Er sadar pekerjaan yang ia lakoni ini penuh risiko. Namun faktor ekonomi mendorong janda tiga anak ini membuka usaha prostitusi.
Sebelumnya Er tinggal di wilayah Bekasi dengan orang tuanya. Kondisi ekonomi orang tuanya waktu itu memprihatinkan sampai terlilit utang.
Untuk memperbaiki nasib, Er memutuskan merantau ke wilayah Tanjung Priok saat usianya masih 19 tahun. Di ibukota, Er menjadi pemandu lagu yang membuat dirinya terjerumus ke dunia prostitusi.
Setiap bulan, Er menyempatkan pulang ke rumah menjenguk orang tua di Bekasi. Ia juga memberi uang sedikitnya Rp3 juta ke orang tua. Heran, sang ibu sempat menanyakan asal uang itu. Tapi Er tidak mengakui pekerjaan yang sebenarnya.
Di usia 22 tahun, Er menikah dengan pria asal Tanjung Priok. Beberapa tahun pernikahan hingga sudah dikaruniai anak laki laki, suami Er meninggal.
Er pulang ke wilayah Bekasi. Di sana ia kembali melakoni pekerjaannya sebagai pemandu lagu. Er lalu menikah untuk kedua kalinya. Setelah dikaruniai dua anak dari pernikahan kedua, suami Er meninggal.
Lalu Er merantau ke Lampung Timur ingin membuka usaha pasir. Sayangnya di bisnis baru ini Er merugi Rp800 juta. Akhirnya ia kembali ke profesi lamanya. Er membuka usaha prostitusi terselubung di desa.
Tarif Kencan Satu Malam
Malam semakin larut. Jam di layar android menunjukan pukul 20.30. Suara perempuan dari balik pintu memanggil, "Bu buka pintunya, aku In."
"Itu sudah datang cewek yang baru saya telpon tadi," kata Er sambil beranjak dari duduknya membuka pintu.
Di belakang Er, muncul sesosok perempuan dengan rambut lurus terurai sebahu. Postur tubuhnya sintal dan terawat. Gincu bibirnya tampak merah merona.
Memadupadankan kaos hitam dibalut jaket jeans dan celana panjang warna merah, wanita ini memperkenalkan diri.
"Kenalkan saya In, sudah lama kak?" kata da ramah sambil menyalami tamu tiga tamu pria yang ada di di situ.
Obrolan malam itu cukup cair. Sambil mengisap rokok dan sedikit menenggak bir dicampur vigour, In menceritakan kondisi hidupnya.
"Semua faktor ekonomi, dan butuh biaya hidup untuk diri sendiri dan anak, dan sejatinya jiwa saya berat," kata perempuan berkulit putih.
In seorang janda. Rumah tanganya hancur berantakan karena faktor ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan anaknya, In bekerja di warung kopi di Kecamatan Bandar Sribhawono dengan upah Rp50 ribu per hari.
Ternyata warung kopi yang buka sejak pukul 17.00 hingga 22.00, menjadi lokasi janjian pemandu lagu dengan laki laki. Seiring berjalan waktu, In mengenal para pemandu lagu itu.
Dari situ ia tergiur untuk ikut menjadi pemandu lagu. Dalam semalam, pemandu lagu bisa mendapatkan uang Rp500 ribu dari tugasnya menemani laki laki karaoke dan minum.
Satu jam menemani tamu dikasih Rp100 ribu. Jika semalam bisa lima kali menemani tamu, maka pemandu lagu mengantongi uang Rp500 ribu.
"Jika mau menemani tidur dalam satu kali kencan bisa dapat Rp400 ribu," ujar In yang sudah dua tahun menjadi pemandu lagu.
Dia mengatakan di rumah Er lah ladang rejeki baginya.
"Ibu (Er) orangnya enak, tidak banyak aturan dan sudah seperti keluarga kami," kata perempuan penghibur itu.
Ditanya soal pendapatan, In mengaku tergantung momen. Jika momen hari besar seperti idul Fitri, tahun baru dia mengaku pernah mendapat Rp2 juta dalam semalam.
Pendapatan yang paling banyak In dapat bukan dari melayani pria hidung belang dalam kamar, tapi menemani minum dan karaoke.
"Kalau melayani pria semalam saya cuma menarget paling banyak dua kali, tapi kalau nemani minum tengah malam sampai pagi ayook," katanya sambil senyum dan matanya tampak sayup.
Penolakan Warga
Sejumlah warga Desa Srigading, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur mengeluhkan adanya lokasi prostitusi terselubung.
Warga bersama tokoh agama dan tokoh masyarakat pernah mencoba menghentikan praktik prostitusi itu namun tidak pernah berhasil.
Bahkan kata Asim, warga setempat, warga pernah mengumpulkan tanda tangan berisi penolakan keberadaan prostitusi di wilayahnya.
" Sekitar akhir 2020 kami kumpulkan tanda tangan warga. Waktu itu terkumpul 700 tanda tangan penolakan kegiatan lokalisasi terselebung itu. Pernyataan itu kami berikan ke pamong desa hingga kami bawa ke Polda," kata Asim dan seorang tokoh agama inisial B, saat ditemui di rumahnya, Minggu (17/10/2022).
Upaya masyarakat melakukan penolakan adanya lokalisasi terselebung di Desa Srigading tersebut ternyata tidak ada hasil.
Bahkan pamong desa dan aparat kepolisian tutup mata dan tidak melakukan penekanan untuk tutup secara permanen.
"Setelah kami melakukan penolakan sempat tutup tapi hanya sebentar sekarang sudah buka lagi," ucap Asim.
Asim dan sejumlah warga sekitar sangat resah dengan adanya lokasinya yang di rumah warga, keresahan bukan soal usil rezeki yang didapat pemilik rumah.
Namun warga khawatir jika anak anak remaja desa setempat mentalnya terdoktrin dengan kegiatan minum minuman keras (miras) dan seks bebas.
"Dalam jangka panjang remaja di desa kami bisa terjerumus dalam dunia seperti itu. Kami minta aparat penegak hukum atau pamong desa setempat tegas melakukan penutupan secara permanen," kata Asim.
Er, mengakui dulu pernah didemo masyarakat agar tidak membuka usaha haram itu.
Namun E bersikukuh tetap mempertahankan usahanya. Ia mau menutup usahanya asal semua pedagang miras dan usaha yang sama seperti dirinya yang ada di Desa Srigading ditutup semua.
"Kalau semua tutup saya mau tutup tapi kalau hanya saya yang tutup saya tidak mau tutup," kata perempuan berperawakan kurus itu.
Sementara itu, seorang pengunjung berinisial S, mengakui lokalisasi di rumah Er nyaman untuk minum minum dan bermain perempuan.
Kata pria yang tidak mau di sebut identitas lengkapnya, di rumah Er hanya menikmati minuman keras tidak tidur bersama perempuan.
Namun kata dia, kalau ingin tidur bersama perempuan penghibur harus mengeluarkan uang Rp500 ribu. Rinciannya Rp400 ribu untuk tarif pekerja seks komersial dan Rp100 ribu untuk sewa kamar.
"Kalau hanya minum ya bayar minumnya aja. Kalau bir Rp60 ribu, kalau vigour Rp100 ribu," kata S.
Camat Labuhan Maringgai Agustinus mengaku belum mengetahui keberadaan lokalisasi tersebut.
Namun jika benar ada terutama di tengah pedesaan, Agustinus akan berupaya semaksimal mungkin untuk menutup usaha tersebut.
"Segera saya koordinasikan dengan pamong desanya, akan kami tutup total jika benar ada ini merusak merusak mental anak anak remaja, dan juga orang dewasa," Tegas Agustinus saat dimintai keterangan soal lokalisasi di Desa Srigading.
Polisi Cek Lokasi
Sementara Wakapolres Lampung Timur Kompol Sugandi menegaskan semua jenis usaha yang menjadi penyakit masyarakat akan ditutup total.
Apalagi jika ada tempat prostitusi di tengah pedesaan yang menurutnya sangat mungkin merusak mental remaja dan juga orang dewasa.
"Akan saya perintahkan anggota untuk melakukan kroscek ke Desa Srigading, yang diduga ada lokasi prostitusi,"kata Kompol Sugandi.
Jika benar ada anggota polisi yang menjadi beking usaha prostitusi itu, Sugandi mengaku tidak segana memberi tindakan tegas.
"Bapak Kapolres sudah memberi peringatan keras kepada personelnya, jangan ada yang membekingi usaha penyakit masyarakat," terang Sugandi.
Kata dia penyakit masyarakat merupakan bom waktu yang bisa merusak mental generasi anak bangsa, bahkan bisa juga merusak hubungan rumah tangga jika dilakukan oleh orang yang sudah berkeluarga.
"Prostitusi, pesta miras judi itu perbuatan penyakit masyarakat, dampaknya luas baik sosial maupun diri sendiri," tegas Sugandi.
Kontributor : Agus Susanto