SuaraLampung.id - Tim dokter forensik kini sedang melakukan autopsi ulang jenazah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Autopsi ulang dilakukan untuk mengetahui penyebab luka yang ada di sejumlah bagian tubuh Brigadir J salah satunya adalah luka sayatan.
Pihak keluarga Brigadir J menilai ada luka sayatan di bagian tubuh Brigadir J seperti di bawah mata, hidung dan di kaki.
Sekjen Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia Dokter Budi Suhendar menjelaskan mengenai proses autopsi secara keilmuan.
Baca Juga:Terkait Kasus Penembakan Brigadir J, Irjen Napoleon Bonaparte Singgung Slogan Presisi Polri
Menurut Budi, prosedur kedokteran forensik dalam memeriksa jasad dengan melakukan pemeriksaan secara keseluruhan mulai dari permukaan tubuh hingga rongga-rongga tubuh.
Rongga-rongga tubuh ini terdiri dari rongga kepala, rongga dada dan rongga perut. Semua itu akan dibuka karena itu akan ada bekas sayatan.
di kepala, sayatan akan dilakukan dari belakang telinga sampai ke belakang telinga sebelahnya. Lalu dari dagu sampai menjelang kemaluan.
"Itu akan diperiksa secara saksama apa saja yang mengalami perubahan atau kerusakan," ujar Budi dikutip dari Youtube tvOneNews.
Menurut dia, pada umumnya dokter forensik tidak akan melakukan sayatan di bagian wajah termasuk hidung.
Baca Juga:Jenazah Brigadir J Diautopsi Ulang, Ini Pihak-pihak yang Terlibat
"Bisa saja di situ memang sudah ada luka saat datang ke tempat instalasi forensik," kata Budi.
Jika ada sesuatu yang menonjol maka perlu dilakukan sayatan. Dalam kasus penembakan, ujar Dokter Budi, yang menonjol adalah ada anak peluru yang bersarang di bagian tubuh.
Sementara luka tembak di tubuh Brigadir J tidak ada di bagian wajah.
"Kalau mendengar keterangan dari ibu (bibi Brigadir J), artinya pada saat korban datang ke instalansi forensik memang sudah ada luka di situ," ujar Dokter Budi.
Penjelasan tentang Luka Sayatan di Kaki
Salah satu luka yang dianggap janggal di tubuh Brigadir J adalah luka sayatan di bagian kaki dekat nadi.
Menurut Dokter Budi, jika ada luka sayatan di kaki dekat nadi pada umumnya dilakukan untuk memasukkan formalin atau pengawetan.
"Prosedur pengawetan itu memang dimasukkan lewat pembuluh darah. Dan salah satu tekniknya di daerah kaki itu," ujar Dokter Budi.
Kondisi jenazah Brigadir J yang sudah 16 hari menurut Dokter Budi, tetap bisa dilakukan autopsi dengan hasil yang akurat.
Apalagi kata dia, jenazah Brigadir J dilakukan pengawetan sehingga ini menjadi faktor yang mempermudah proses autopsi ulang.