Pemerintah Masih Menggunakan Vaksin Tidak Halal, Pengamat: Masyarakat Berhak Menolak Vaksinasi

putusan MA terkait penggunaan vaksina halal COVID-19 wajib dipatuhi Kementerian Kesehatan.

Wakos Reza Gautama
Senin, 09 Mei 2022 | 13:16 WIB
Pemerintah Masih Menggunakan Vaksin Tidak Halal, Pengamat: Masyarakat Berhak Menolak Vaksinasi
Ilustrasi seorang warga melakukan vaksinasi. Masyarakat berhak menolak jika pemerintah tidak menggunakan vaksin halal. [Ist]

SuaraLampung.id - Kementerian Kesehatan wajib melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait vaksin halal COVID-19.

Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Prof. Syaiful Bakhri mengatakan putusan MA terkait penggunaan vaksina halal COVID-19 wajib dipatuhi Kementerian Kesehatan.

Jika Kementerian Kesehatan tidak mematuhi putusan MA mengenai penggunaan vaksin halal, menurut Syaiful, berarti ada pelanggaran hukum. 

“Sejak keluarnya putusan MA tersebut, Pemerintah berkewajiban melakukan putusan itu. Semua vaksin harus halal. Kalau diduga selama ini vaksin tersebut tidak halal berarti melanggar hukum,” katanya, Senin (9/5/2022).

Baca Juga:Arus Balik di Bandara SMB II Palembang Bakal Terjadi Hingga H+7 Lebaran, 10 Mei 2022

Terkait dengan somasi yang dilayangkan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) belum lama ini, Syaiful menyatakan hal itu merupakan sebuah peringatan karena pemerintah mengabaikan putusan MA soal jaminan ketersediaan dan pemberian vaksin halal.

“vaksin-vaksin yang lalu sudah tidak berlaku lagi. Vaksin sekarang ini harus ada halalnya dan mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia. Kalau tidak halal mesti diperbaiki,” kata Syaiful.

Dengan adanya putusan MA ini, lanjut dia, masyarakat berhak menolak anjuran pemerintah terhadap vaksin haram walaupun telah disosialisasikan.

“Masyarakat berhak tidak menerima vaksin walaupun disosialisasikan dan sebagainya, kecuali mengikuti putusan Mahkamah Agung,” katanya.

Sedangkan, apabila YKMI berniat ingin membawa permasalahan ini ke Mahkamah Internasionall, Syaiful menilai terlalu jauh karena yang harus dilakukan pemerintah sebenarnya hanya melaksanakan putusan MA dan mengubah atau mengganti aturan yang terdapat di dalam Peraturan Presiden (Perpres) atas Pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) No. 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19

Baca Juga:Penyesalan Warga yang Ikut Vaksinasi Gotong Royong: Ditolak Faskes hingga Harus Bayar

“Jika dibawa ke Mahkamah Internasional terlalu jauh. Somasi itu sudah menjadi pernyataan agar Perpresnya diubah dan diganti,” saran Syaiful.

Saat ini terdapat empat jenis vaksin COVID-19 yang mendapatkan label halal Majelis Ulama Indonesia (MUI), yakni Sinovac. Vaksin dengan produsennya Sinovac Life Science Co Ltd, Cina dan PT Bio Farma. Vaksin itu mendapatkan sertifikat halal dari Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2021.

Kemudian, Zifivax dengan produsen Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical Co Ltd. Vaksin itu mendapatkan sertifikasi halal Fatwa MUI Nomor 53 Tahun 2021.

Selanjutnya, Vaksin Merah Putih yang dibuat PT Biotis Pharmaceuticals dan Universitas Airlangga Surabaya. Dalam pengembannya dan mendapatkan sertifikasi halal Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2022.

Terkahir GEN2-Recombinant COVID-19 Vaccine dengan produsen Beijing Institute of Biological Products Co. Ltd. Vaksin itu mendapatkan sertifikasi halal dengan Fatwa MUI Nomor 9 Tahun 2022. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini