Cegah Penyebaran Varian Omicron, Ahli Sarankan Pemerintah Lakukan Mitigasi Berlapis

perlu memperluas mitigasi importasi varian Omicron hingga pengecekan riwayat penerbangan dari pelaku perjalanan internasional.

Wakos Reza Gautama
Jum'at, 03 Desember 2021 | 14:39 WIB
Cegah Penyebaran Varian Omicron, Ahli Sarankan Pemerintah Lakukan Mitigasi Berlapis
Ilustrasi Varian baru COVID-19, Omicron. Ahli sarankan ada mitigasi berlapis untuk cegah penyebaran Omicron. [BBC Indonesia]

SuaraLampung.id - Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama memberi saran mengenai pencegahan penyebaran COVID-19 varian Omicron

Menurut Tjandra, otoritas terkait perlu memperluas mitigasi importasi varian Omicron hingga pengecekan riwayat penerbangan dari pelaku perjalanan internasional.

"Harus ada mitigasi berlapis di mana perlu dilakukan penelusuran kepada mereka yang datang dalam dua atau tiga minggu yang lalu, apakah mereka sekarang sehat saja atau barangkali ada yang sakit yang tentu harus diisolasi dan ditangani dengan seksama, termasuk 'genome sequencing'-nya," kata Tjandra Yoga Aditama melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (3/12/2021) dikutip dari ANTARA.

Menurut Tjandra pengawasan pada riwayat perjalanan penerbangan merupakan salah satu mitigasi penting mencegah importasi varian baru Omicron (B.1.1.529) menyusul laporan kasus yang kian merebak di berbagai negara.

Baca Juga:India Berhasil Ciptakan Vaksin Covid-19 Tanpa Jarum Suntik

Hingga Kamis (2/12/2021), kata Tjandra, sudah 390 kasus kasus terkonfirmasi Omicron di 31 negara, sebanyak 15 di Eropa dan empat negara di Asia, yakni Hongkong, Korea Selatan, India dan Singapura.

Mantan Direktur Penanganan Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu mengatakan European CDC menerima laporan kasus Omicron dari pelaku perjalanan internasional yang tidak memiliki riwayat perjalanan dari negara asal Omicron di Afrika.

Laporan itu datang dari Belgia, Jerman dan Inggris. "Ternyata tidak ada riwayat perjalanan ke Afrika sama sekali dan juga tidak ada riwayat kontak dengan kasus yang melakukan perjalanan," ujarnya.

Atas situasi itu, Tjandra menilai perlu dilakukan analisa lebih mendalam untuk menjelaskan tentang kasus impor dan penularan di masyarakat.

"Laporan kemarin dari Australia juga mendapatkan kasus Omicron yang tidak terbang dari daerah Selatan Afrika, tapi memang terbang dari Doha dan tiba di Sydney pada 23 November 2021," katanya.

Baca Juga:Dampak Pandemi, Angka Kematian Ibu dan Bayi di Bantul Meningkat

Otoritas kesehatan setempat, kata Tjandra, memperkirakan pasien tertular di pesawat terbang. Dua anggota keluarganya juga positif COVID-19 dan sedang diperiksa genome sequencing ke arah Omicron.

Sementara itu, Korea Disease Control and Prevention Agency (KDCA) melaporkan ada lima kasus Omicron, dua di antaranya adalah pasangan yang baru datang dari Nigeria sepekan yang lalu dan mereka sudah mendapat vaksinasi lengkap. "Tiga kasus lainnya adalah anggota keluarga dan teman mereka," katanya.

"India sudah memeriksa 8 ribu penumpang pesawat sejak Rabu (1/12/2021). Mungkin akan baik kalau diinformasikan ke publik kita tentang berapa jumlah penumpang pesawat yang sudah diperiksa di negara kita sejauh ini, sejak Omicron mulai dilaporkan di dunia," katanya.

Walaupun Indonesia telah menolak masuk sementara pelaku perjalanan internasional dari sejumlah negara terjangkit Omicron sejak 29 November 2021, kata Tjandra, bisa saja orang asing itu sudah masuk ke Indonesia sebelum kebijakan itu berlaku.

"Mereka sudah selesai dikarantina tiga hari sesuai aturan waktu itu dan kini sudah ada di tengah-tengah masyarakat kita," katanya.

Walaupun sesudah tiga hari karantina dan dinyatakan negatif berdasarkan tes PCR, kata Tjandra, masa inkubasi COVID-19 dapat lebih dari dua pekan. "Maka dapat saja baru belakangan PCR-nya positif, seperti sudah terjadi di negara-negara lain," katanya. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini