SuaraLampung.id - Agresi Militer Belanda II yang terjadi pada 19 Desember 1945 menyasar kota-kota di Sumatera termasuk Lampung.
Pada 1 Januari 1949 kapal-kapal perang Belanda menembaki Pelabuhan Panjang. Ibukota karesidenan Lampung, Teluk Betung kemudian jatuh ke tangan pasukan Belanda.
Pimpinan pemerintahan di Lampung kemudian mendirikan pemerintahan darurat di luar kota. Tak berhenti di situ, pasukan Belanda kemudian melakukan serangan di berbagai wilayah di Lampung.
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan dilakukan oleh segenap komponen, baik pemerintah, tentara, laskar rakyat maupun penduduk.
Baca Juga:Azis Syamsuddin Tajir Melintir, Punya Kekayaan Rp100 Miliar
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Lampung juga dilakukan oleh unsur kepolisian. Unsur kepolisian ini mungkin salah satu komponen yang jarang disebut dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Perjuangan kepolisian di Lampung dalam menghadapi pasukan Belanda salah satunya terjadi di daerah Lampung Tengah. Keberhasilan Belanda mengambilalih Metro membuat pemerintahan dan pasukan pertahanan mundur keluar kota.
Belanda kemudian melakukan pengejaran. Pemerintahan darurat yang awalnya didirikan di dekat Metro kemudian harus berpindah-pindah menghindari kejaran Belanda.
Pengejaran yang dilakukan pasukan Belanda terhadap pasukan pertahanan Republik juga terjadi di daerah Labuhan Maringgai.
Belanda saat itu berusaha mematahkan perjuangan bangsa Indonesia di sana. Namun serangan Belanda disambut dengan perlawanan pasukan pertahanan Republik, salah satunya adalah kepolisian Labuhan Maringgai.
Baca Juga:Jelang Tanding di PON Papua, Atlet Dayung Lampung Uji Coba Kano
Maun Ali, seorang pimpinan kepolisian di Labuhan Maringgai bersama dengan anggota polisi lainnya melakukan kontak senjata dengan pasukan Belanda.
Peristiwa yang terjadi pada 9 Desember 1949 itu, Belanda melakukan pengepungan terhadap asrama kepolisian Labuhan Maringgai.
Karena tidak dapat dipertahankan maka polisi Maun Ali dan anak buahnya memutuskan mundur keluar Labuhan Maringgai. Mereka kemudian bertahan diantara Jabung dengan Kalianda bersama pasukan pimpinan A.Bursyah.
Selanjutnya Belanda terus melakukan operasi ke daerah-daerah yang dirasa menjadi kantong pertahanan pasukan Republik. Belanda kemudian melakukan pencarian terhadap Maun Ali dan anak buahnya di Jabung pada tanggal 13 dan 14 Desember 1949.
Karena tak menemukan Maun Ali dan pasukannya, Belanda kemudian menangkap orang tua dari Maun Ali yakni Mohammad Ali.
Seorang Pembantu Polisi Republik Indonesia di Jabung tersebut kemudian gugur setelah ditembak Belanda di Simpang Empat Jabung.
Penulis: Adi Setiawan
NB:
Artikel ini terbit atas kerja sama Suaralampung.id dengan Sahabat Dokterswoning