SuaraLampung.id - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengundurkan diri dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Desakan MAKI ini setelah Lili Pintauli Siregar terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku dan dijatuhi sanksi berat oleh Dewan Pengawas KPK.
“Pengunduran diri Lili Pintauli Siregar untuk menjaga kehormatan KPK,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (30/8/2021) dikutip dari ANTARA.
Berdasarkan putusan Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan, pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Lili Pintauli adalah penyalahgunaan pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani.
Baca Juga:Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Disanksi Potong Gaji Selama Setahun
Adapun yang dimaksud dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani adalah Wali Kota nonaktif Tanjung Balai M Syahrial yang tersandung perkara dugaan suap lelang jabatan.
Atas pelanggaran kode etik berat yang dilakukan oleh Lili Pintauli, Dewas KPK memberi sanksi berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan. Menurut MAKI, putusan Dewas KPK ini adalah hasil dari sebuah proses yang telah dijalankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Revisi UU KPK.
“Ini belum memenuhi rasa keadilan masyarakat,karena semestinya sanksinya adalah permintaan mengundurkan diri atau pemecatan,” kata Boyamin.
Menurut dia, apabila Lili tidak mengundurkan diri, maka perbuatannya akan menjadi noda di KPK. Ke depannya, KPK akan kesulitan untuk melakukan pemberantasan korupsi. Karena itu, mengundurkan diri dari Pimpinan KPK harus dilakukan demi kebaikan KPK, kebaikan pemberantasan korupsi, dan kebaikan NKRI.
“Tetapi MAKI tetap menghormati putusan Dewas KPK,” ucapnya.
Baca Juga:Lili Pintauli Kena Sanksi Berat karena Jual Beli Perkara, MAKI: Harusnya Dipecat dari KPK
Opsi melaporkan perkara ini ke Bareskrim berdasarkan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 masih berada dalam proses pengkajian berdasarkan pada putusan Dewas KPK.
Pasal 36 UU KPK menyebutkan bahwa Pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apapun. (ANTARA)